[Resensi] My Pre-Wedding Blues - Anna Triana


Judul: My Pre-Wedding Blues
Penulis: Anna Triana
Editor: Pradita Seti Rahayu
Penerbit: Elex Media Komputindo
Terbit: 2016
ISBN: 9786020280226

Kejujuran tak selalu jadi jawaban paling benar saat hati dan perasaan banyak orang yang jadi taruhan.

Candace dan Abim sepakat menikah. Candace siap menjadi tua bersama Hans, Abim mau menemani Aira sepanjang hidupnya. Sepasang sahabat beda gender dari bayi ini yakin, mereka bisa menjalani kehidupan rumah tangganya kelak. Tapi, saat persiapan pernikahan hampir sempurna, rasa takut kehilangan mengambil alih keyakinan mereka. Abim merasa Candace takkan bisa jadi teman travelling terbaiknya lagi. Candace juga sadar, Abim akan sulit ia jadikan tempat berkeluh kesah seperti biasa.

Bagaimana mereka menghadapi pre-wedding blues ini? Apakah Hans dan Aira mampu menerima kejujuran hati Abim dan Candace.

Review. Abim dan Candace akhirnya bersama. Maaf seribu maaf saya mengungkap ending novel ini. Tapi saya harus bilang, buat saya bukan ending yang penting di novel ini. Tapi perjalanan mereka berdua mempermainkan takdir. Abim dan Candace memang sangat dekat karena tumbuh bersama sejak dari bayi. Usia Candace terpaut lebih tua setahun dengan Abim. Dan kedekatan mereka, bagi Candce menuntutnya kadang menjadi kakak, kadang menjadi teman, kadang menjadi sahabat, dan seringnya menjadi musuh untuk bertengkar. Tidak ada rahasia antara keduanya.

Candace menerima lamaran kekasihnya, Hans. Ia yakin Hans pria terbaik yang layak menjadi suaminya. Disusul lamaran Abim kepada Aria yang sama manisnya. Pernikahan mereka akan digelar berdekatan. Namun siapa sangka kalau pernikahan mereka memunculkan kegelisahan yang akhirnya merubah jalan hidup mereka.

Persahabatan, pernikahan, dan Pulau Karimunjawa menjadi tiga bahan yang dikemas apik. Penulis menggambarkan persahabatan yang membuat saya iri. Kedekatan mereka begitu ber-attitude. Persahabatan yang kemudian tidak berputar di antara mereka berdua, tetapi sikap bersahabat juga menyebar kepada keluarga masing-masing. I love my family, itu yang kemudian ingin saya katakan setelah menyaksikan Abim dan Candace berinteraksi dengan keluarga masing-masing.

Pernikahan menjadi awal pertanyaan yang kemudian memunculkan ragu. Kata hati pun kerap dikesampingkan demi melihat banyak harapan dan kebahagian dari orang-orang terdekat. Saya tidak sanggup membayangkan bagaimana merevisi ulang rencana pernikahan setelah semuanya dipersiapkan. Ini bukan tentang baju pengantin, bukan soal gedung, atau katering, tapi mengenai kebahagian yang sudah diumumkan kepada orang terdekat. Apa mereka tidak kecewa?

Pulau Karimunjawa akhirnya menjadi sesi pencarian apa arti masing-masing. Di pulau ini pula keduanya berusaha keras menerima skenario hidup yang jelas-jelas bukan yang mereka mau. Tapi bukannya menjadi tenang dan ikhlas, pergolakan batinnya makin berkecamuk hebat.

Saya kemudian memperhatikan kover novelnya. Mempelai wanita yang memakai gaun pengantin tapi memunggungi pembaca. Itu Candace yang menangis. Ia menahan kesedihan agar tidak terumbar bebas dan menyakiti yang menyaksikannya. Rasanya ingin menepuk bahunya agar ia berbalik badan dan saya ingin mengatakan, “Abim soulmate-mu. Abim takdirmu. Jadi jujur sajalah soal perasaanmu sekarang!”

Novel ini juga komplit sebab tidak hanya membahas mengenai sisi percintaan. Penulis pun menggambarkan sisi keluarga yang di mata saya sangat harmonis. Saya salut, sebab banyak penulis yang hanya fokus pada konflik kedua tokoh utama dan melempar jauh-jauh peran keluarga.

Pokoknya, kalian akan menyesal jika tidak menjadi saksi Abim dan Candace mencoba membodohi takdir. Bacalah buku ini, please!

Plot. Gaya menulis. POV. Karakter.Penulis menggunakan plot maju mundur. Beberapa membahas kilas balik. Dan bagi saya plot seperti ini sangat menunjang dengan gaya bercerita penulis yang mengalir sekali. Penulis tidak membuat novelnya mendayu-dayu meskipun sebenarnya cerita Abim dan Candace perlahan tapi pasti menguras emosi yang membaca. Saya tidak menangis, tapi hati saya merasa diobok-obok. Saya sedih tapi tidak terlalu. Hebatnya, penulis bercerita dengan begitu teratur, tidak tergesa-gesa bahkan sampai mau ending pun, penulis sangat sabar mengemas cerita untuk tidak diakhiri dengan gampang. Kalian akan diberikan kejutan menohok ketika akan mencapai ending-nya.

POV yang dipakai penulis adalah campuran antara sudut pandang ketiga dan sudut pandang orang pertama. Konsisten penggunaanya meski dengan mengubah pihak yang bercerita antara Abim, Candance, Karina, Bayu, dan lain-lain. Ini yang akhirnya membuat penulis sangat mampu menyampaikan apa yang dirasakan, apa yang dipikirkan, setiap tokoh dalam menyoroti tokoh yang lainnya. It’s so nice.

Karakter yang hadir di novel ini saya kasih nilai 10. Bukan mengada-ada, Abim digambarkan konyol. Bahkan Candace mengatainya childish. Tapi di balik sosok itu, dia juga pria dewasa seperti pada umumnya. Kharisma sebagai seorang pria untuk Abim letak terbesarnya pada sifat humoris. Jadi wajar ketika rencana pernikahan digagas, Candace merasa takut kehilangan semua kekonyolan Abim. Lalu sosok Candace itu perempuan yang cerewet tapi perhatian. Dia mengerti cara memperlakukan teman dengan baik dan menerima semua karakter sahabat mulai dari baik dan buruknya.

Ada Hans, pria formal yang baik. Karena sangat baik, Candace pun sempat yakin memilih dia. Ketika badai datang, Candace bingung bagaimana untuk tidak mengecewakannya. Aira pun sosok perempuan yang terpuji. Memiliki tugas merawat ibunya dan tidak pernah mengeluh dengan hal itu. Yang paling menonjol karakter Aira ini muncul, ketika akhirnya ia harus memilih untuk mundur dari pernikahan. Dengan tenang dan lega, ia menelan rasa sedih dan kecewa dengan kondisi hati yang dingin. Pikirannya sangat mengagumkan.

Bagian favorit. Ada di halaman 160-162. Perjalanan mereka ke Pulau Karimunjawa menjadi keputusan kalau mereka harus menerima perubahan hubungan. Pernikahan akan merenggut kedekatan yang selama ini terjalin. Dan perpisahan mereka ke rumah masing-masing sangat memilukan.

Tugas gue buat jagain lo udah selesai sekarang. Mulai hari ini, tugas itu resmi jadi punya Hans.My Pre-wedding Blues, 161.
Petik-petik.
“... , padahal seharusnya gue lakukan cuma ngikutin kata hati. Sesederhana itu.”-My Pre-Wedding Blues, 265.
Semuanya mengarah pada pesan untuk belajar mengikuti kata hati. Tidak boleh membohongi diri sendiri setiap memutuskan keputusan penting. Biasanya dan lebih banyak, kata hati selalu menunjuk kepada kebaikan.

Final. Rating. Bagi saya novel ini buku wajib bacaan untuk semua orang. Ini semacam panduan sebelum menikah. Bukan soal A sampai Z tentang mempersiapkan pernikahan dari soal properti. Ini panduan kejiwaan dan pilihan sebelum menikah agar lebih bisa yakin. Pernikahan tidak akan berhasil jika keraguan diyakin-yakinkan. Akhirnya, saya memberi rating 5 dari 5.

Penulis. Anna Triana, 26 tahun, anak kedua dari dua bersaudara. Suka membaca sejakkecil dan mulai suka menulis sejak SMP. Hobi mendengarkan musik,makan dan jalan-jalan. Saat ini bekerja sebagai seorang guru di salah satu sekolah dasar swasta di Jakarta. “My Pre-wedding Blues” adalah novel kelimanya setelah “Hingga Ujung Waktu” (Media Pressindo, 2013), “Best I Ever Had” (Media Pressindo, 2014), “Simple Thing Called Love” (Elex Media Komputindo, 2015), dan “A Simple Wish for You” (Kinomedia, 2015).


Anna dapat diajak bertegur sapa via akun twitternya @annatriana_anna.

10 komentar:

  1. MENARIK novelnya, siap serbu...tri dharma academic

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ayo.. ayo.. novelnya sangat menyenangkan banget

      Hapus
  2. Din, sejak SMP suka membaca dan sekarang udah punya 5 buku. Gue hening. Mana penerbit Mayor besar lagi. DUh... sosok penulisnya yg justru bikin gue kagum.

    Ini cerita Fiksi atau Non-Fiksi din? Soalnya, kalo diangkat dari kisah nyata. Gue jadi penasaran sama ending yang bikin Tertohok gitu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya. Emang mantap ini penulis.. ini fiksi kok

      Hapus
  3. Din aku kagum andaikan kamu beneran menepun bahu candace yang sedang menangis memunggungi pembaca di kaver buku itu, ahaai...
    Soalnya bagi para capeng (calon penganten) sedikit kata itu justru bisa menenangkan dan membuat hati optimis bahwa pilihannya itu tepat..
    Ya bener sih, mungkin kalo dah lamaa sahabatan, trus muyusin nikah jadi ga ada surprisenya , jadi itu yang bikin kedua tokoh jadi ragu

    Apalagi pihak candacenya lebih dewasa dari segi usia, buku ini kayaknya curhatan hati banyak orang juga deh...soalnya pasti ada aja yang bikin kepikiran pas orang mau married
    Keren reviewnya din
    Kayak biasanya,..aku kudu beguru ni kalo masalah rivew buku sama kamu...hahaseg

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya sangat empati dengan Candace ini. Pilunya ikut saya rasakan. Dan dia butuh penguatan kayak itu.

      Saya sangat kaget ternyata sebelum menikah akan banyak hal yang bikin kita berpikir ulang tentang pilihan pasangan.. sudah tepatkah atau belum
      ..

      Saya juga masih belajar Gusti.. belum bagus ini...

      Hapus
  4. Wah reviewnya lengkap dan keren... dan sepertinya buku ini emang keren banget sampe diberi rating 5 dari 5 ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe.. Terima kasih Mbak Reni. Iya, menurut saya bagus banget kok

      Hapus
  5. Saya beberapa kali menjajal membaca genre novel ini, tapi belum nemu yang benar-benar cocok di hati, adakah saran?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya sarankan membaca yang judulnya ini. Soalnya saya juga belum membandingkan dengan buku lainnya tapi satu series. Dan buku ini menjadi permulaan yang bagus buat saya untuk kelak menjajal series lainnya.

      Hapus