[Buku] Starlight - Dya Ragil; Masa SMA Adalah Masa Paling Indah


Judul buku: Starlight
Penulis: Dya Ragil
Desain sampul: Orkha Creative
Aksara diperiksa: Abduraafi Andrian
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Terbit: April 2016
Tebal buku: 264 halaman
Harga buku: Rp 62.000 (before discount, gramedia.com)
ISBN: 9786020327532

“Bakal kusedot semua cahaya dari bintang-bintang yang kelewat dekat. Hati-hati, bisa aja kamu salah satunya.”

Gimana rasanya satu kelompok belajar murid-murid berbeda kepribadian? Harusnya sih seru, tapi Wulan merasa kebalikannya. Dia bete mesti sekelompok sama Lintang-saudara kembarnya-yang lebih disayang sang ayah, Bagas si jenius bermulut besar, Nindi yang galak dan dingin, juga Teguh si biang onar. Hubungan kelimanya makin kacau waktu sekolah mengadakan seleksi perwakilan olimpiade sains.

Di tengah persiapan olimpiade, Wulan harus menghadapi sang ayah yang selalu meragukan dirinya, mantan pacar yang kerap menindas saudaranya, juga mantan gebetan yang terus mengganggu konsentrasinya.

Akankah kehidupan SMA Wulan berjalan mulus? Atau dia gagal membuktikan kemampuannya?
***
Review.
Ada yang tidak sepakat dengan judul di atas, SMA adalah masa paling indah?

Menengok cerita yang ada di novel Starlight ini, saya menjadi kangen belajar kelompok, presentasi di depan kelas, jajan di kantin, bersaing dengan salah satu siswi yang kerap menyalip rangking, dan masih banyak memori lainnya mengenai kehidupan di masa SMA. Kalau mengingat-ingat hal itu, rasanya indah sekali.

Novel Starlight ini menceritakan mengenai satu kelompok belajar yang diisi oleh siswa-siswi yang sangat beragam karakternya. Perbedaan karakter satu anggota dengan anggota yang lain sangat terlihat. Sedikit sudah dipaparkan mengenai anggota-anggotanya dan karakter yang dimiliki pada blurb di atas. Saya sebagai pembaca mengikuti perjalanan sekolah Wulan, Lintang, Bagas, Nindi, dan Teguh, merasa seru sekali.

Lintang selalu di-bully Teguh. Bukan tidak bisa melawan, Lintang melakukannya hanya karena ingin minta maaf atas kejadian 2 tahun silam. Kejadian yang membuat Lintang dan Teguh yang bersahabat dekat, menjadi musuh yang setiap ketemu selalu membuat suasana tegang. Wulan hadir dengan sifat cerianya. Hanya dia yang bisa memarahi Teguh lantaran pada masa SMP ternyata mereka sempat pacaran. Wulan yang berusaha mengendalikan Teguh dari sifat pemarah, membuat Bagas uring-uringan. Ditambah konflik batin karena sang ayah selalu membanggakan Lintang, membuat Wulan kadang-kadang merasa iri. Sementara Nindi yang bersikap dingin ternyata memiliki beban besar untuk selalu menjadi yang terbaik dan harus memiliki nilai paling bagus.

Perseteruan dan ketidakakraban mereka membuat banyak kejadian menjadi asyik dinikmati. Saya sendiri merasa tidak bisa menutup novel ini sebelum mengetahui apa yang akan terjadi dengan mereka. Novel ini juga mencoba menghadirkan banyak warna, ada sisi romantis, ada sisi keluarga dan ada sisi persahabatan. Untuk lebih lengkapnya, silakan beli novel ini di toko buku terdekat dan baca hingga tuntas (ngiklan, hehe).

Bonus dalam novel ini, pembaca akan diberikan banyak sekali pengetahuan mengenai benda langit. Seperti nama-nama rasi bintang, alasan bulan hanya menampakkan satu sisi saja bagi penghuni bumi, dan masih banyak yang lainnya. Contohnya di halaman 81 yang menceritakan mengenai bintang kembar, bintang Sirius.

Memperhatikan kover, saya sudah sangat suka. Sebab, warna hitam sebagai backround yang menunjukkan langit malam, dengan ditaburi banyak bintang, dengan menghadirkan gambar rumah yang memiliki balkon dan ada sosok anak laki-laki dan perempuan yang sedang berdiri dekat teleskop, sudah sangat mempresentasikan isi cerita di dalamnya. Jadi tidak saran apa pun dari saya untuk kover.

Plot. Gaya Menulis.POV. Karakter.
Novel Starlight mengusung plot maju. Ada pun untuk menceritakan masa lalu, penulis menggunakan bercerita melalui dialog pada tokoh utama. Sehingga tidak memperbanyak cabang cerita dan itu pilihan yang tepat. Sedangkan gaya menulis yang digunakan Dya Ragil sudah sangat enak. Diksi yang digunakan sederhana, pemilihan katanya tidak semua baku dan ini mencirikan novel lini teenlit, serta kalimatnya dibuat mengalir. Saya merasa sangat lancar membaca novel ini dengan kelebihan gaya menulis yang tadi saya sebutkan.

Tanpa mengurangi jatah yang lain dalam mengeksplor karakter kelima tokoh yang menjadi sorotan, pemilihan POV orang ketiga sangat pas. Kemampuan penulis menghidupkan karakter dengan POV tersebut sangat berhasil dan seimbang. Memang yang lebih banyak diceritakan mengenai Wulan dan Lintang, namun karakter Bagas, Nindi, dan Teguh, dapat digambarkan dengan utuh sehingga latar belakang dan keadaan mereka bisa dipahami menyeluruh.

Karakter yang muncul sepanjang novel ini sudah sangat hidup. Lintang, sosok pemimpin kelas berwibawa, bijak, cerdas, peduli dengan teman, kuat, penurut dan dewasa. Saya menyukai gaya Lintang dalam menghadapi Teguh. Usahanya untuk meminta maaf patut diacungi jempol. Wulan, anak perempuan yang ceria, berpikiran sederhana, namun jangan sampai membuatnya marah. Sebab ternyata keceriaan tersebut bisa hilang jika ia sudah marah. Nindi, contoh siswi yang rajin, pintar, ambisius, dan mengerti keadaannya yang hanya anak dari keluarga biasa. Bagas, anak laki-laki yang sinis, percaya diri, bermulut besar atau suka berbicara tanpa memfilter ucapannya, dan sedikit dingin. Teguh, anak laki-laki yang tempramen, pendiam, pendendam, namun baik. Ia menjadi sosok bad boy karena masa lalu yang melukai hatinya.

Bagian favorit.
Bagian ini adalah bagian yang membuat saya merasa terharu. Yaitu ketika Wulan mencoba menghentikan Teguh yang tidak mau ke perpustakaan untuk belajar kelompok. Dalam adegan itu Teguh mengkonfirmasi hubungan Wulan dengan Bagas. Dan Wulan memberikan jawaban jika itu bukan urusannya. Dengan tegas Teguh menjawabnya;

“Aku bakal bikin kamu jadi urusanku lagi.” [hal. 61]

Petik-petik.
  • Berusahalah dengan belajar lebih giat untuk mencapai impian. Sebab usaha tidak pernah membohongi hasilnya.
  • Menjadi orang yang pemaaf bukan berarti lemah. Melainkan menjadi orang kuat, sebab hatinya lebih tangguh menerima kesalahan.


Catatan menarik.
  • Bahkan orang bodoh pun punya potensi. Yang awalnya nol besar pun bisa meledak jadi hebat kalau mau usaha. [hal. 11]
  • Tugas wali kelas itu untuk selalu ada di sisi anak-anak didiknya tanpa pilih kasih, tanpa satu orang pun disingkirkan, kan? [hal. 29]
  • Asumsi orang dewasa tiap melihat seorang anak babak belur pasti selalu karena anak itu berkelahi. [hal. 44]
  • Menghakimi seseorang juga kebiasaan buruk, Pak. [hal. 45]
  • Sekolah adalah rumah kedua buat anak-anak itu. [hal. 46-47]
  • Alasan selalu sederhana. Yang jadi pembeda kan gimana kita bisa bikin hal sederhana itu jadi sesuatu yang nyata dan berarti besar. [hal. 64]
  • Kalau berusaha keras, impian sebesar apa pun masih mungkin diraih. [hal. 152]
  • Itu bukan janji. Nggak berarti semua bakal beneran baik-baik aja. Tapi itu doa. Kata-kata yang ngasih kita sugesti dan kekuatan untuk mengusahakannya sendiri. [hal. 197]


Final. Rating.
Novel ini karena lini teenlit, jadi sangat pas dibaca oleh anak sekolah level SMP-SMA. Namun tidak buruk juga jika dibaca oleh para guru. Sebab di dalamnya ada juga pembelajaran menjadi wali kelas yang baik untuk anak-anak didik. Akhirnya rating yang saya berikan untuk novel Starlight ini adalah 4 bintang dari 5 bintang.

Penulis.
Dya Ragil lahir dan besar di Sleman. Penyuka kucing, astronomi, kopi dan Detektif Conan. Penggila sepak bola dan Sherlock Holmes. Bukunya yang telah terbit adalah Sebelas (Ice Cube, 2015).

Penulis dapat dihubungi lewat email dyaragil@gmail.com, laman Facebook: Dya Ragil, dan Twitter @dyaragil. Bisa juga mengintip tulisannya di http://dyaragil.blogspot.com. [sumber dari biodata penulis di belakang novel]

[Resensi] A Untuk Amanda - Annisa Ihsani; Berdamai Dengan Diri Sendiri


Judul buku: A Untuk Amanda
Penulis: Annisa Ihsani
Editor: Yuniar Budiarti
Proofreader: M. Aditiyo Haryadi
Desain sampul: Orkha Creative
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Maret 2016
Tebal buku: 264 halaman
Harga buku: Rp 60.000 (before discount, gramedia.com)
ISBN: 9786050326313

Amanda punya satu masalah kecil: dia yakin bahwa dia tidak sepandai kesan yang ditampilkannya. Rapor yang semua berisi nilai A, dia yakini karena keberuntungan berpihak padanya. Tampaknya para guru hanya menanyakan pertanyaan yang kebetulan dia tahu jawabannya.

Namun tentunya, tidak mungkin ada orang yang bisa beruntung setiap saat, kan?

Setelah dipikir-pikir, sepertinya itu bukan masalah kecil. Apalagi mengingat hidupnya diisi dengan serangkaian perjanjian psikoterapi. Ketika pulang dengan resep antidepresan, Amanda tahu masalahnya lebih pelik daripada yang siap diakuinya.

Di tengah kerumitan dengan pacar, keluarga, dan sekolahnya, Amanda harus menerima bahwa dia tidak bisa mendapatkan nilai A untuk segalanya.
***

Review.
Novel ini menceritakan seorang murid SMA bernama Amanda yang kalau dilihat dari berbagai aspek kehidupannya, dia adalah murid yang sangat normal dan aman, namun didiagnosa Depresi. Kebutuhan sehari-hari yang cukup berkat memiliki Ibu seorang akuntan, tidak pernah mengalami trauma apapun, memiliki pacar yang baik hati, dan nilai-nilainya hampir sempurna, menjadi alasan Amanda tidak mempercayai hasil diagnosa Dokter Eli. Prolog inilah yang membuat saya penasaran dengan cerita yang terjadi pada Amanda. Prolog ini jugalah yang menjadi awal mula kilas balik kisah Amanda.

Saya dibawa mengenal sosok Amanda yang bersahabat dengan Tommy. Persahabatan yang terjalin sejak mereka kecil. Kemudian saya juga diperkenalkan dengan Amanda yang pintar di sekolah. Ia selalu bisa menjawab pertanyaan yang diajukan gurunya. Kadang gemes jika seorang guru mengajukan pertanyaan, dan teman-temannya tidak ada yang menjawab. Dengan berat hati, ia pun menjawabnya. Tindakannya itu membuat sosok Amanda terkenal pintar dan cerdas.

Sejak mendapatkan nilai IPK 4,00 di semester pertama, pertanyaan mengenai nilai tersebut mulai memasuki benak Amanda. Terus bergulir pertanyaan, apakah memang karena kemampuannya atau justru hanya kebetulan saja. Kehidupan Amanda berubah drastis. Ia mulai menilai dirinya negatif dan itu mempengaruhi hubungannya dengan Tommy dan Ibunya.

Saya cukup terkejut penulis membawa kisah buram mengenai sisi orang yang perfeksionis, pintar dan ambisi. Saya kira orang-orang berotak encer akan sangat bersyukur dengan kemampuannya. Namun penulis mencoba memperkenalkan kerumitan yang mungkin memang dialami oleh orang-orang cerdas. Saya bukan orang cerdas, tapi saya sedikit tersentil mengenai kerja otak yang selalu berpikir, saya pun kerap mengalaminya. Dan efek dari banyak terlalu berpikir adalah mulai menilai diri dengan sangat negatif sehingga timbul rasa tidak percaya diri dan minder. Saya masih mengalaminya hingga saya menuliskan resensi ini.

Mengikuti proses psikoterapi Amanda dengan Dokter Eli, saya pun turut menyimaknya dengan sepenuh hati. Banyak sekali hal yang bisa dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari untuk memahami siapa kita sebenarnya. Seperti, menuliskan pikiran negatif yang muncul dan menuliskan respon positif seharusnya. Ada juga dengan membandingkan indeks kesenangan yang muncul dipikiran ketika akan memulai kegiatan dengan indeks setelah melakukan kegiatan tersebut.

Lalu, ketika sampai di akhir novel, saya menyadari ini novel yang penuh pelajaran mengenai psikologis. Dan harus dibaca oleh anak-anak yang masih bersekolah sebagai motivasi.

Menilik kovernya, saya terus terang kurang suka. Terlalu sederhana dengan warna kuning yang sangat pucat. Kover yang dipakai tidak menarik minat orang yang sedang mencari buku. Saya lebih suka warna yang terang dan gambar yang tegas. Di luar dari pemilihan warna, untuk gambar sosok perempuan yang memejamkan mata, cukup menceritakan sebagai sosok Amanda yang sangat kelelahan dengan kehidupan dan dia mencoba mencari ketenangan dengan mengheningkan diri. Mungkin jika dipadukan warna biru langit dan gambar perempuan tadi, akan menjadikan novel ini lebih menonjol.

Plot. Gaya menulis. POV. Karakter.
Novel A Untuk Amanda ini menggunakan plot campuran; plot mundur-maju, dengan POV orang pertama. Prolog membuka dengan kunjungan pertama Amanda ke Klinik Psikiater; Dokter Eli. Lalu setengah buku pertama, pembaca diajak kilas balik mengenal sosok kehidupan Amanda; mengenai Tommy dari sahabat hingga menjadi pacar, hubungannya dengan sang ibu, mengenal teman-teman Amanda di sekolah dan membahas prestasi Amanda di sekolah. Pada setengah buku berikutnya, pembaca diajak mengikuti proses psikoterapi Amanda dengan Dokter Eli, menceritakan perubahan-perubahan yang muncul efek psikoterapi tersebut terhadap hubungannya dengan ibunya, Tommy, teman-temannya. Dan saya menyukai pola tersebut sebab membuat saya mengenal sosok Amanda secara utuh.

Gaya menulis yang dipakai oleh Annisa sangat mengagetkan saya. Sangat runut dan menghanyutkan. Ditambah ide cerita yang dikemas seperti cerita dalam novel-novel luar, novel ini menjadi sangat segar. Konflik yang muncul bukan sekedar mengenai Amanda dan sakit mentalnya, namun penulis mengurai menjadi konflik yang bercabang-cabang seperti sarang laba-laba, ada konflik dengan ibunya, dengan Tommy, dengan teman-temannya, bahkan dengan dirinya sendiri. Sampai saya menyelesaikan novel ini, saya masih menerka sebenarnya setting kota tersebut ada dimana. Ada yang bisa bantu, soalnya saya tidak menemukannya atau takut saya kelewatan?

Untuk saya membicarakan karakter dalam novel ini rada sulit. Terutama mengenai tokoh utamanya, Amanda. Di awal, ia seorang siswa yang pintar dan ambisius prestasi . Namun seiring berjalannya cerita, Amanda jatuh bangun menjadi sosok yang rapuh, menyedihkan, rendah diri, dan akhirnya kembali menjadi sosok yang bijaksana, sabar, dan pemaaf. Perubahan inilah yang kerap membuat pembaca sulit menentukan karakter tokoh utamanya berada pada sisi yang mana. Tommy, terlihat sangat cuek anmun peduli, konyol, pintar, pengertian dan akhirnya mau menerima perubahan. Ibunya Amanda, sosok penyayang dan bisa mengerti serta memposisikan dirinya jika menjadi Amanda. Helena, populer, eksis, peduli teman dan bijaksana. Sedangkan tokoh lainnya silakan dibaca langsung saja novelnya. Oya, tidak ketinggalan juga sosok Dokter Eli, dia penanya ulung. Bisa mengorek kepribadian Amanda hanya dengan mengajukan pertanyaan. Seru juga menjadi psikiater.

Bagian favorit.
Bagian ini membuat saya hampir meneteskan air mata. Ketika botol obat antidepresan Amanda jatuh dan Tommy menanyakan obat apa itu. Rahasia yang Amanda pendam namun akhirnya harus terucapkan. Dan ketidakmengertian Tommy akan kondisi Amanda yang sakit mental dan ketidakmaumengertian Tommy, membuat Amanda marah. Saya langsung terbawa dramanya. Baca saja di halaman 196 – 203.

“Kau tidak tahu seperti apa rasanya harus berjuang demi sesuatu. Kau tidak pernah menginginkan sesuatu sampai sebegitunya, dan apa pun yang kau inginkan , kau bisa mendapatkannya dengan mudah dan cepat-” [hal. 202]
“-dengar, aku sudah lelah dengan omong kosong feminismemu. Tidak ada yang bisa tahan dengan semua ambisimu-” [hal. 202]

Petik-petik.
Secara umum, novel ini ingin menyampaikan untuk menjadi diri sendiri dengan menerima kekurangan serta kelebihan yang dimiliki.

“Namun hari ini, matahari bersinar cerah dan aku sedang berdamai dengan diri sendiri.” [hal.263]

Catatan menarik.
  • Ada pertanyaan-pertanyaan yang kita tidak akan pernah tahu jawabannya, karena Tuhan bekerja dengan cara misterius. [hal. 25]
  • Kau tidak bisa tahu apa yang dipikirkan orang lain. Lagi pula, apa yang dipikirkan orang lain tidak bisa memengaruhi perasaanmu sedikit pun. [hal. 175]
  • Dia bilang aku harus menghadapi ketakutanku. Mungkin ini saatnya. [hal. 258]
  • Kau tidak bisa “sembuh” dari depresi layaknya sembuh dari penyakit fisik seperti cacar air. Tidak, kau harus menghadapinya setiap hari. [hal. 263]

Final. Rating.
Novel A Untuk Amanda sangat pas dibaca oleh para siswa sebagai buku yang memotivasi. Dan pas pula jika dibaca oleh orang tua untuk memahami keadaan dan kondisi yang dialami anaknya ketika di sekolah. Akhirnya rating yang saya berikan untuk novel ini adalah 4 bintang dari 5 bintang.

Penulis.
Annisa Ihsani adalah penulis novel Teka-Teki Terakhir. Perempuan yang lahir di tahun 1988 ini berusaha membaca buku yang sesuai dengan kategori umurnya. Tapi tidak bisa dimungkiri lagi bacaan favoritnya adalah fiksi middle grade dan young adult.

Annisa tinggal di bogor bersama suami dan putrinya. Dia mencoba untuk tetap konsisten menulis, meskipun kini waktunya lebih banyak dihabiskan dengan mencegah putrinya memasukkan pasir kinetik ke mulut.

[Resensi] Marginalia - Dyah Rinni




Judul: Marginalia; Catatan Cinta di Pinggir Hati
Penulis: Dyah Rinni
Penyunting: Triani Retno Adiastuti
Proofreader: Dina Savitri Nurhidayah
Penerbit: Penerbit Qanita
Terbit: Februari 2013
Tebal buku: 304 hlm.
ISBN: 9786029225822

Novel ini bercerita mengenai keajaiban marginalia yang mempertemukan dua orang di sebuah kafe Marginalia. Marginalia sendiri pengertiannya tulisan pinggir di samping buku. Dua orang yang saya maksud adalah Drupadi dan Aruna. Aruna singgah di kafe Marginalia ketika hendak mengembalikan buku puisi Rumi yang dipinjam Padma. Di buku tersebut terdapat banyak marginalia tulisan Padma. Sosok Padma sendiri diceritakan sekilas dan menerangkan dia adalah kekasih Aruna yang sudah meninggal akibat kecelakaan pesawat.

Yang membuat saya bertanya-tanya adalah maksud keberangkatan Padma ke Paris tidak diterangkan secara detail. Sebab, kecelakaan itu membuat Aruna merasa sangat bersalah dan Aruna sempat menyebut dirinya sebagai pembunuh Padma.

Drupadi mampir di kafe Marginalia lantaran ketidaksengajaan. Ia yang lebih realistis, tidak percaya keajaiban, ditantang oleh pemilik kafe menuliskan marginalia di sebuah buku untuk membuktikan keajaiban itu ada.

Marginalia menjadi perantara keduanya bertemua. Drupadi yang menulis hal buruk di buku puisi Rumi, dianggap perusakan kenangan Padma, dan membuat Aruna geram. Sempat terjadi perang marginalia sampai akhirnya mereka bertemu.

Pada pertemuan pertama ini hal konyol terjadi. Kemarahan Aruna mendadak mencair. Dan yang membuat saya harus menelan bulat-bulat adalah cinta pada pandangan pertama yang diungkapkan penulis secara brutal. Sedangkan saya tahu betul luka yang dialami Aruna bukan luka biasa.

Episode patah hati hampir memenuhi cerita novel ini. Sebut saja patah hatinya Aruna ketika Padma meninggal, patah hatinya Aruna ketika Inez tidak memperjuangkannya di hadapan Ibunya pada masa lalu, patah hatinya Drupadi ketika Eran memilih perempuan lain padahal dia sudah mati-matian menjadi yang terbaik baginya, dan patah hatinya Drupadi ketika Adnan akhirnya memilih mengakhiri hubungannya yang masih belum ada kejelasan. Rasa menderita dan patah hati menjadi ciri khas marginalia.

Selain episode patah hati, sebagian besar cerita berkutat pada persaingan Drupadi dan Inez untuk banyak hal. Persaingan keduanya dimulai sejak kecil. Ibunya Drupadi menikahi ayahnya yang seorang rocker dan itu membuat level ibunya berbeda dengan saudara-saudaranya, termasuk ibunya Inez. Sementara keluarga besar dikenal keningratannya. Stigma tentang rocker yang muncul di keluarga besar ibunya adalah suka mempermainkan perempuan dan mabuk-mabukan. Stigma kolot namun untuk sebagian orang masih melekat. Sejak itulah Drupadi selalu ingin menjadi yang lebih dari Inez. Obsesi dan persaingan tersebut tidak kunjung reda hingga mereka dewasa. Bahkan untuk urusan pasangan, mereka kerap saling membandingkan punya siapa yang terbaik.

Tiga per empat buku, pembaca disuguhi kisah manis Aruna dan Drupadi yang akhirnya bisa menyelaraskan pandangan mengenai soal hati dan masa lalu. Meskipun keduanya terpaut usia yang rentangnya lumayan jauh -Dru 32 tahun dan Aruna 27 tahun- tetapi tidak menyurutkan keduanya untuk mencoba bersatu. Lalu menjelang akhir-akhir buku, konflik semakin meruncing antara Aruna, Drupadi dan Inez. Ending-nya dibuat sangat melegakan meskipun penggarapannya terlalu dipermudah. Terutama pada bagian Irwan yang mencoba meyakinkan Inez mengenai kesalahannya, bagi saya keteguhan Inez untuk mempertahankan pilihannya dibuat sangat lemah sedangkan usaha sebelumnya untuk memilih pilihannya itu terbilang nekat. Jadi ada yang tidak konsisten dengan karakter Inez.

Penulis bercerita menggunakan sudut pandang orang ketiga secara bergantian dari pihak Aruna dan Drupadi. Kelemahan yang muncul justru pada gaya menulis yang mengambil sisi dua gender berbeda. Semestinya ada perbedaan mencolok yang bisa ditangkap pembaca namun untuk saya itu tidak ada. Pada bagian Drupadi, saya bisa menikmati ceritanya. Sedangkan pada bagian Aruna sang rocker, saya menyayangkan sekali penulis masih meninggalkan sisi feminim yang masih sangat terasa. Selain dari narasi, pada dialog pun kerap penulis kecolongan dengan membuat struktur kalimat atau pemilihan kata yang pas penggunaanya digunakan oleh tokoh perempuan. Gender Aruna sebagai pria bisa dikatakan hanya diceritakan oleh penulis, bukan menunjukan. Sehingga hal itu menurunkan rasa pada karakter Aruna. Kalau harus dibandingkan, tokoh Juna lebih terasa pria-nya berkat narasi dan dialog yang menurut saya mendekati sosok pria pada umumnya.

“Aisyh!” Aku Jengkel... – Aruna, [161]

Selain membahas persaingan dan percintaan, ada penggalan novel yang menurut saya sangat hangat ketika dibaca.

Ibu mengangkat kepalaku dan mencium dahiku dengan hangat. Hanya begitu saja, dan seluruh sakit di jiwaku menjadi reda. [56]

Kelebihan dari cinta seorang ibu salah satunya adalah menentramkan hati. Banyak hal sederhana yang dilakukan seorang ibu namun efeknya sangat luar biasa. Ini menjadi pengingat, sebenarnya kedamaian dapat ditemukan dari kasih sayang seorang ibu.

Membaca novel Marginalia menjadi perkenalan saya dengan penulis bernama Dyah Rinni. Dan mengutip biografi penulis, novel Marginalia ini merupakan novel roman pertamanya. Saya senang bisa membaca karya Mbak Dyah dan berharap ada pertemuan dengan karya-karya yang lainnya. Untuk novel Marginalia ini saya merekomendasikan untuk pembaca buku romance dan untuk pembaca yang susah move on. Akhirnya, saya memberikan rating 3 bintang dari 5 bintang.

Catatan novel Marginalia

“Banyak orang merasa sayang mencorat-coret buku mereka, tetapi menurut saya kebanggaan terbesar sebuah buku adalah saat seseorang mengambilnya dari sekian banyak buku yang ada, membacanya dengan sepenuh hati, menekuk ujung halamannya, meninggalkan marginalia di samping tulisan yang sudah ada, kemudian melanjutkan kepada manusia lain. Itulah saat sebuah buku menjadi hidup karena kemudian mereka akan menciptakan keajaiban.” [22]

... saat kita mencintai seseorang, kit a tidak perlu mencintainya 100%. Cintailah dia 70% dan bangun sisanya setelah menikah. [50]

...cinta sejati kita adalah lawan jenis pertama yang kita lihat saat kita lahir.[176]

... perempuan adalah belahan jiwa laki-laki, bukan taman bermain. [184]

Dan saat manusia tengah bercerita tenang rahasianya, memperlihatkan lukanya, saat itu juga manusia tengah memperlihatkan jiwanya yang paling murni. [215]

Apa yang lebih menghancurkan daripada kebencian dalam hati manusia? Kebencian membuatmu buta. Kebencian membuatmu melakukan hal yang tidak terbayangkan, memakanmu dari dalam tubuh, mengubah jiwamu menjadi monster.[258]

Hanya pecinta sejati yang rela berkorban demi cinta. Cinta tidak hanya berani memiliki, namun juga berani melepaskan.[269]

[Resensi] Runaway Ran - Mia Arsjad


Judu buku: Runaway Ran
Penulis: Mia Arsjad
Cover: eMTe
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Terbit: November 2013
Ukuran buku: 368 hlm; 20 cm
ISBN: 9789792260007

“Udah cukup kamu jadi Runaway Ran selama ini. Jadi Ran yang kabur dari dirinya sendiri dan kenyataan. Ini saatnya kamu jadi diri kamu yang sebenarnya Ran,melangkah maju tanpa dendam masa lalu yang bikin kamu jadi orang lain. Aku yakin mama kamu lebih bangga melihat kamu suskes daripada melihat kamu berhasil balas dendam dan mengorbankan kesuksesan kamu,”.. [351]

Katrina tidak sengaja mendengar percakapan ayah-ibunya yang isinya jika ayah sudah pensiun karena masalah kantor. Berita ini melukai hobi Katrina yang suka belanja online, nongkrong dan berfoya-foya. Artinya Katrina tidak bisa memenuhi hobinya tersebut. Tapi Katrina sadar, mulai saat ini ia tidak bisa membebani orang tuanya lagi. Berkat Alya akhirnya Katrina mendapatkan pekerjaan sebagai asisten komikus J.F. Ran. Katrina pun mulai menghadapi banyak kisah selama menjadi asisten komikus yang menurutnya banyak keanehan.

Setelah diperhatikan, Katrina ternyata bukan sosok yang manja yang selama ini Ran kira. Ia bisa menempatkan diri menjadi apa sesuai keadaan. Katrina juga berani menentang keegoisan Ran. Dan semakin diperhatikan, Ran mulai merasai pertahanannya roboh. Pertahanan yang selama ini ia bangun untuk memisahkan masa lalunya yang kelam.

Konflik yang ada di novel ini sebagai berikut:

  1. Perjuangan Katrina mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan belanja, nongkong dan gaya hidup lainnya yang sudah masuk kategori foya-foya. Secara langsung, Katrina harus berhadapan dengan si spesies mix and match; perpaduan galak dan garang dengan sedikit sentuhan gentleman.
  2. Ran yang ingin membalas dendam kepada orang-orang yang pernah menghancurkan keluarganya- terutama sang ibu.
  3. Sahabat Katrina yang bernama Alya, harus menyelesaikan kisah cintanya dengan Adit yang selama ini tidak sehat.

Ketiga konflik yang saya sebutkan tadi diramu dengan baik oleh penulis sehingga terbentuk kisah yang manis dan mengharukan. Kadang pembaca dibuat tertawa, kadang dibuat hampir menangis. Dan porsi yang diberikan penulis untuk masing-masing konflik sudah pas sehingga konflik yang masih menonjol tetap yang berhubungan dengan tokoh utama.

Plot Runaway Ran maju. Kisah masa lalu diceritakan melalui narasi saja. POV-nya lebih banyak mengambil sudut pandang ketiga yang serba tahu. Sedangkan gaya menulisnya buat saya sangat bagus. Lancar dan tidak membuat proses membaca menjadi tersendat. Mungkin karena efek diksi yang digunakan tidak berbelit-belit.

Berikut karakter-karakter yang muncul di Runaway Ran;

Katrina: manja sedikit, cerdas, dewasa, pemberani dan bersahabat.
Ran:  baik hati, perhatian, peduli, sedikit galak, kurang senyum, dan aslinya konyol.
Alya:  penurut, bersahabat, peduli, sukar berpendapat, jika cinta seseorang suka mati-matian.
Viana: Judes, galak,norak, sok cantik, suka merajuk, mesum,

Banyak sekali pelajaran yang bisa dipetik selama membaca novel ini. Pertama, bersikaplah bijaksana dalam mengelola keuangan. Sebab kita tidak pernah tahu akan ada kejadian apa di masa depan. Kedua, bagi perempuan, jagalah kehormatan kalian. Sebab sekalinya terenggut, akan susah melupakan momen itu dan akibatnya jangka panjang. Soal syarat bagi pasangan berikutnya, soal mental sebagai perempuan dan soal norma-norma yang sebenarnya ada dan mesti dituruti. Ketiga, tidak ada balas dendam yang ending-nya baik. Semua tindakan buruk akan mengakibatkan keburukan pula. Jika sampai detik ini masih menyimpan dendam, tuntaskanlah dengan MEMAAFKAN. Yang berjiwa paling besar adalah yang berani memaafkan kesalahan sesama.

Yang tidak saya pahami mengenai eksekusi akhir cerita, menurut saya terlalu dimudahkan. Padahal, jika diperhatikan, psikologi seorang pendendam akan berubah ketika kesadarannya muncul atas kejadian yang sama hebatnya dengan penyebab ia menjadi dendam. Proses Ran memaafkan ayahnya, memaafkan Ibu Viana, terasa dipaksakan. Seharusnya lebih digali mengenai prosesnya. 

Sepemahaman saya, dendam yang dipendam Ran itu bukan hitungan hari atau bulan. Melainkan tahunan. Hanya dalam semalam, dendam itu luruh mencair. Kan aneh?

Namun di penghujung cerita juga pembaca akan dibuat berkaca-kaca ketika Ran memahami arti keluarga yang sesungguhnya.

Bicara kovernya, saya sangat suka. Skesta komik 4 Hero No Zero yang digarap Ran menjadi backround kover. Sangat menggambarkan tema yang ada di dalamnya. Mungkin kalau sekilas, pembaca akan menduganya novel Runaway Ran ini semacam komik. Tertipu.


Akhirnya saya memberikan rating 4 bintang dari 5 bintang.

[Resensi] Tangan Kelima; 1 Mobil, 4 Nama, 5 Misteri - Christian Armantyo


Judul buku: Tangan Kelima; 1 Mobil, 4 Nama, 5 Misteri
Penulis: Christian Armantyo
Penyunting: Muthia Esfand
Proof reader: Tim Redaksi Visimedia
Pendesain sampul & penata letak: Nuruli Khotimah
Penerbit: Visimedia
Terbit: Mei 2013
Ukuran buku: x + 366 hlm; 130 x 200 mm
ISBN: 979065183X

“... Ia juga selalu berkata kalau Pak Rantau punya kebiasaan menganalisis dengan sangat rumit. Sampai-sampai hal yang sebenarnya mudah ditebak dan sederhana, menjadi spekulasi yang luar biasa....” [357]

Orang dengan kemampuan analisis yang hebat, kerap membuat yang sederhana menjadi rumit. Rantau, baru lulus jurusan arkeolog, mengalami kejadian itu. Dua bulan setelah ayahnya meninggal, Rantau memulai spekulasi atas ditemukannya mobil Mercedes Benz SL klasik di gudang. Mobil yang mustahil dimiliki ayahnya. Terdapat juga sepatu baru warna merah. Dengan BPKB yang ada di laci mobil, Rantau mulai melakukan perjalanan bertemu 4 tangan pemilik mobil sebelumnya.

Di mata saya, Rantau itu terlalu cerdas berspekulasi terhadap manusia atau situasi. Mirip detektif Conan. Pengelihatan dan pikirannya sangat jeli. Petualangan bertemu keempat pemilik mobil sebelumnya- Elisabeth Mona, Rusdi, Joen Wong Long, Widodo- dimulai. Rantau pun berkenalan dengan Anna pada pencarian tangan keempat, yang kemudian menemaninya mencari tangan ketiga hingga tangan kedua. Pada pencarian tangan pertama, Rantau dan Anna berselisih.

Misteri yang coba ditawarkan penulis membuat saya tidak bosan mengikuti petulangan Rantau. Saya menilai penulis berhasil membawa teka-teki yang kemudian banyak dijelaskan ketika menjelang halaman-halaman terakhir. Dan pada separuh buku kedua, konflik mulai dibolak-balik dan diperuncing dengan adanya penemuan emas dan heroin di dalam mobil. Plotnya benar-benar disusun teratur dan rapi.

Untuk penggarapan karakternya, Rantau ini sangat nyata. Melalui narasi jalan pikiran dan dialog khas anak muda, sosoknya melekat dan mengesankan. Kekurangannya, ada bagian yang menyebutkan kalau Rantau ini orangnya pendiam. Namun, keseluruhan perannya, rasanya pernyataan itu cacat. Dan yang membuat sedikit berlebihan, Rantau pun dibuat sangat ‘terlalu elegan’ ketika berhadapan dengan orang yang lebih tua. Saya menemukan adegan dimana Rantau bisa memperdayai orang yang lebih tua bahkan Rantau menunjukkan sifat culasnya ketika egonya tersentil. Kehebatan Rantau menerka kemungkinan dan bernegosiasi membuat saya bertanya-tanya, mengingat ini adalah kasus pertamanya.

Sesungguhnya aku sudah tak kuat lagi melihat semua ini, tetapi aku terus menguatkan diriku untuk tega bertingkah keji. [159]

Daan Mogot, sahabat kuliah Rantau yang belum lulus, hadir membawa warna lain. Kadang konyol, kadang mood-an, tapi sahabat yang bisa diandalkan. Pengorbanannyan hingga kehilangan satu jari membuat saya terenyuh. Lain lagi dengan Anna, sosok perempuan yang memiliki porsi banyak dalam mengikuti petulangan Rantau, justru membawa kejutan tidak terduga. Elora, si pacar pun kemudian berperan sebagai malaikat setelah kekeliruan si arkeolog dalam menuntaskan kasusnya. Keberadaan bumbu persahabatan dan percintaan cukup mengena dan tidak membiaskan jalur utama novelnya; misteri.

Kover yang didominasi warna putih bercorak abu-abu dengan adanya gambar depan mobil, cukup menceritakan kisah di dalamnya. Yang membuat tidak sreg, blurb-nya terlalu memberi bocoran cerita. Sehingga rasa misteri itu sedikit berkurang karena blurb sudah mewakili cerita.

Penulis juga berhasil membuat cerita misteri dengan memadukan banyak fakta dan informasi, sehingga rasa novel ini jadi informatif dan intelektual. Pendapat saya pribadi, terlalu banyak detail untuk beberapa hal yang tidak ada hubungannya dengan fakta utama dan misteri utama. Dugaan saya, penulis ingin memberikan gambaran jelas narasi soal indra pembaca dan mungkin trik mengaburkan fakta dan misteri utama. Meski begitu, gaya menulisnya sangat baik dengan pilihan Plot maju dan POV orang pertama. Diksi cerdas dan tidak dibuat mendayu-dayu membuat pembaca hanyut seolah-olah menjadi Rantau.

Ending cerita dibuat dengan sangat apik. Beberapa kejutan muncul dan saya merasakan emosi yang dalam untuk penyelesaian kasusnya. Mobil, Anna, Rantau, mendiang ayahnya dan sepatu merah terhubung dengan rapi.

Novel ini bergenre misteri. Membawa fakta –fakta yang berhubungan dengan kondisi Indonesia tahun 60-an. Ceritanya menghipnotis dan saya rekomendasikan bagi pembaca yang suka genre ini dan bagi yang mau memperkaya bacaan. Novel ini perkenalan yang tidak mengecewakan buat saya. Penilaian saya sebagai pembaca biasa adalah 4 bintang dari 5 bintang.