[Resensi] Sewindu - Tasaro GK

Setelah membaca buku Sewindu ini, saya banyak belajar mengenai menjadi pria dewasa. Terutama pada bagian tanggung jawab. Seorang pria dewasa, sudah bukan waktunya mementingkan kesenangan egonya sendiri. Ada banyak bentuk tanggung jawab yang harus ditunaikan kepada istri, keluarga mertua, keluarga sendiri, anak, atasan, rekan kerja, sahabat, dan tetangga. Tidak ada sekolah yang mengajarkan itu semua. Terima kasih, Taufik Saptoto Rohadi, atas curhatnya yang menginspirasi dan mencerahkan.

Judul: Sewindu
Penulis: Tasaro GK
Editor: A. Mellyora
Proofreader: Hartanto
Desain sampul dan isi: Rendra TH
Penata letak isi: Diyantomo
Ilustrator: Bayu
Penerbit: Metagraf, Creative Imprint of Tiga Serangkai
Terbit: Maret 2013
Tebal buku: x + 382 halaman
ISBN: 9786029212785
Harga: Rp82.000

8 tahun sejak ia menikah, rentang waktu itu pula yang ia rekam melalui buku ini. Dimulai dari kehidupan awal pernikahan yang masih menumpang di rumah mertua, hingga ia mewujudkan mimpi besarnya menjadi orang yang berguna bagi banyak umat. Banyak sekali episode-episode yang dilewati dan direnungkan hikmahnya dengan seksama. Beruntunglah pembaca yang menyempatkan membaca buku ini, sebab kita diingatkan terlebih dahulu oleh penulis mengenai kehidupan setelah menikah, sebelum merasakan kagetnya memangku tanggung jawab keluarga.

Buku Sewindu ini saya kategorikan sebagai buku non-fiksi. Cerita di dalamnya merupakan pengalaman penulis sendiri menjalani kehidupan setelah menikah hingga hari-harinya menjadi seorang penulis. Akan ditemukan kegetiran, kegundahan, keresahan, dan suka duka kehidupan pasangan suami istri baru.

Awal-awal buku akan diceritakan mengenai sulitnya kondisi ekonomi bagi pasangan tadi. Membaca bagian ini, saya menyadari, ternyata lebih baik mempersiapkan materi sebelum berani memindah tanggung jawab seorang ayah dari seorang perempuan ke tangan kita. Saya jadi ingat pesan mengenai kondisi ini; Istri yang baik akan ikhlas ikut sengsara bersama suami. Suami yang baik tidak akan membiarkan istrinya sengsara.

Banyak sekali momen-momen yang diceritakan penulis. Kejadian kekurangan air bersih, kejadian istri mau melahirkan, kejadian kepenulisan, kejadian belajar ngaji, kejadian memahami anak yang pertumbuhannya terlambat, dan masih banyak lagi cerita yang lain. Yang paling berkesan tentu saja mengenai meninggalnya Ummi dari penulis dan Mimih dari istrinya. Saya sampai menangis membaca bagian ini. Saya jadi merasa belum siap kehilangan Bapak Ibu kelak.


Keunggulan Tasaro tentu saja dari kalimat-kalimat yang disusunnya sangat sederhana dan mengalir. Sehingga untuk menyelesaikan buku ini tidak membuat saya bosan. Selain tema buku mengenai keseharian suami istri yang ringan dan mudah dipahami, ilustrasi berwarna yang disisipkan di buku ini juga memikat.

Buku ini sangat bermanfaat bagi pasangan muda yang akan menginjak fase hidup yang baru; pernikahan. Atau berguna sebagai cerminan bagi mereka yang sudah menikah dan memiliki anak. Akhirnya, rating saya berikan sebesar 3 poin dari 5 poin.




Catatan.
  • Melakukan hal-hal bersahaja yang dengan itu kata cinta yang terucapkan tanpa kata-kata. [Hal. 44]
  • Cinta adalah habis-habisan memberikan yang terbaik untuk anaknya. [Hal. 73]
  • Ternyata, ada waktunya, cinta harus dikatakan, harus diungkapkan. Bahkan, jika itu berarti keluarnya air mata. [Hal. 78]
  • Setiap kelahiran anak manusia membutuhkan perjuangan luar biasa seorang perempuan yang menjadi ibunya.Cukuplah dengan itu dia mesti dihormati dan dicintai. [Hal. 214]
  • Melangkah terus, meskipun satu dua ayunan, pada akhirnya akan sampai ke tempat tujuan. [Hal. 315]
  • Masa lalu adalah lembaran terbuka yang hanya perlu dibuka untuk mengambil kebaikan-kebaikan  darinya. [Hal. 360]

6 komentar:

  1. Aku sempet ngira kalau buku ini punya konten/isi yang cukup berat loh. Tapi kayaknya ngga ya? Sarat makna malahan, terutama dalam kehidupan rumah tangga. Hmmm.. jadi inget novel test pack, hehe

    Terus ilustrasi2nya juga bagus tuh, terkesan kayak buku dongeng malahan. Semoga bs baca salah satu buku dari penulis yg namanya uda ngga asing lagi bagiku ini :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya malah sempet minder baca ini, halamannya banyak. Dan ternyata cukup seru diikuti ceritanya. Kan namanya juga buku curhat :)

      Amin. Soalnya banyak nih karya Kang Tasaro yang keren-keren lainnya. Saya juga mau coba baca seri Muhammad.

      Hapus
    2. Saya baca novel Muhammad Sang Penggenggam Hujan kok nggak kelar-kelar ya? Apa karena tebal? Padahal bagus sih, cuma temponya memang agak pelan.

      Hapus
    3. Hahaha, wah saya harus siap-siap komitmen menyelesaikan buku tebal itu dong. Bismillah

      Hapus
  2. Kok semacam teringat pada buku 'Sabtu Bersama Bapak' ya? Sebuah buku versi lain yang mengajarkan pembaca laki-laki agar semakin bertumbuh dewasa.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya juga ya. Buku ini lebih pas dibaca pembaca pria. Sedikitnya memberi pelajaran berdasar pengalaman.

      Hapus