[Resensi] Yorick - Kirana Kejora + Giveaway

"Seorang sahabat tak akan berpikir rumit untuk membantu sahabatnya saat terdera kondisi sulit."

Kalimat yang tertulis di halaman 286 ini langsung bikin saya meneteskan air mata. Cemen banget, bukan? Bukan apa-apa, saya merasa langsung tertohok, teringat kepada perlakuan saya kepada teman-teman saya selama ini, yang bisa dikatakan belum menjadi teman terbaik. Dan novel Yorick ini seolah membedah diri saya untuk berubah menjadi kawan, bahkan sahabat yang paling baik ke depannya.


Judul: Yorick
Penulis: Kirana Kejora
Editor: Key Almira
Desain sampul: Sidiq Yuliana
Penerbit: PT Nevsky Prospektif Indonesia
Terbit: 2018
Tebal buku: 346 hlm.
ISBN: 9786025288302

Novel Yorick adalah novel kedua dari penulis Kirana Kejora yang saya baca. Kesempatan berharga karena saya bisa mengikuti perjalanan sosok Yorick, anak kampung dari daerah Ciamis yang diasuh oleh neneknya, Mak Encum dan kemudian melalui perjuangan berat untuk bisa sukses. Nilai perjuangan ini merupakan nilai paling kental yang dihadirkan kepada pembaca. Mengajarkan arti kerja keras, kesantunan, dan tetap rendah hati. Sebut saja, "From Zero to Hero."

Perjuangan Yorick sebagai anak yang tidak dianggap di keluarga besarnya, menapaki takdir hidupnya dengan penuh kegetiran. Bagaimana tidak getir, di usia anak-anak, dia mesti mengalah sama kehidupan yang serba kekurangan. Dan menjejak usia tanggung, hidup Yorick tak kalah miris, dia harus terlempar ke jalanan, berkali-kali, berusaha dan bertahan hidup, hingga jalanan dan alam menjadi sekolah yang sesungguhnya bagi Yorick.

Bukan cuma kisah metamorfosis sosok Yorick yang biasa menjadi luar biasa, novel ini menyisipkan kisah roman. Yorick sebagai manusia biasa yang pernah kehilangan sosok guru (neneknya) dan berujung menyisakan ruang sepi, ia pun melirik sosok perempuan yang berharap bisa mengisi kekosongan hatinya yang di sisi lain. Sebut saja nama Tia dan Nevia. Karena roman ini sekadar sisipan, saya merasa kurang terpuaskan oleh Yorick dalam menghadapi masalah hati. Yorick tidak memiliki akhir kisah cinta yang jelas dan itu membuat saya penasaran. Sebaik sosok Yorick, sebenarnya pertimbangan apa yang ia punya soal memilih pasangan hidupnya. Ada alasan apa yang ia pegang ketika membuat keputusan perkara romantisme, yang jelas akan sangat berbeda alasannya ketika ia menghadapi perkara kerjaan IT-nya.

Ijinkan saya menilai secara objektif untuk garis besar kisah Yorick ini. Saya merasa kisah nenek dan cucu ini merupakan pilihan tepat ketika kebanyakan novel saat ini berbicara romantisme antara pria dan wanita, muda atau dewasa.  Namun saya menangkap kehambaran peran nenek untuk 3/4 kisah Yorick selanjutnya. Seolah posisi nenek hanya nostalgia dengan ucapan-ucapan bijaknya. Tapi tidak punya pertalian yang kukuh terhadap perjuangan Yorick selanjutnya. Yang kemudian saya rasakan bahwa sebenarnya novel ini hanya berhasil menghadirkan konsep besar tentang liku-liku menggapai kesuksesan yang dibumbui kisah persahabatan.

Kisah persahabatan Yorick dengan beberapa temannya (Pak Kin, Iyan, Rotten, Tejo, dan Azis) tampak dominan dan saya bersyukur bisa mendapatkan kisah yang seperti ini. Dan sisi persahabatan ini yang justru membuat saya terharu (meneteskan air mata), bukan tentang hubungan Yorick dan neneknya. Persahabatan solid baik dalam kemunduran maupun kemajuan. Kehadiran sahabat dalam keadaan suka dan dukanya menjadi ukuran siapa saja yang memang layak disematkan sebutan 'sahabat terbaik'. Novel ini bakal saya rekomendasikan untuk siapa pun yang memang harus tahu gambaran paling ideal dalam membangun 'persahabatan'. Hubungan tanpa asas manfaat, apalagi harus ada khianat.

Berita gembira kalau novel ini akan difilmkan dan prosesnya sedang dilakoni. Sebab sepanjang membaca novel ini saya merasa kesulitan menyematkan dalam benak saya sosok Yorick anak-anak dan dewasa sesuai foto yang ada di kover novelnya, dengan adegan-adegan novelnya yang terbilang sangat dinamis karena novel Yorick ini merangkum perjalanan Yorick sejak dia kecil, remaja, hingga tumbuh jadi pria dewasa. Jadi tidak sabar untuk menonton filmnya demi membandingkan seberapa greget Yorick di novel dan di film, hehehe.

***


ADA GIVEAWAY!!!

1. Follow akun Instagram/Twitter @yorick.id , @kiranakejora , @adinseglesious (IG) , @adindilla (Twitter)

2. Bantu sebar link giveaway ini ya, boleh via Instagram atau Twitter!

3. Tuliskan nama dan akun kamu (Instagram/Twitter) di kolom komentar di bawah

4. Periode giveaway ini adalah 18 s/d 20 November 2018. Pemenang akan diumumkan pada tanggal 21 November 2018 (pemenang diundi ya!)

5. Untuk 1 pemenang utama berhak mendapatkan 1 buah novel Yorick. Dan ada 5 pemenang lainnya yang berhak mendapatkan voucher diskon 20% yang bisa digunakan saat pembelian novel Yorick di website www.yorick.id (kamu akan mendapatkan kode unik untuk pembelian di sana, sekaligus kode itu akan diundi untuk kesempatan jalan-jalan ke Rusia bersama penulis novel Yorick, Kak Kirana Kejora. Mau? Mau? Mau?)


Hayoo... Ikutan yuk giveaway ini, siapa tahu kamu yang beruntung!

UPDATE PEMENANG!

Sebelum saya mengumumkan pemenang, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada peserta yang sudah ikut serta meramaikan giveaway ini. Jumlah peserta tidak banyak tetapi Alhamdulillah giveawaynya berjalan lancar dan tepat waktu.

Saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Mbak Delisa yang sudah memberikan kesempatan kepada saya untuk menjadi host giveaway novel Yorick ini. Juga terima kasih kepada Mbak Kirana Kejora sebagai penulis novel Yorick yang sudah memperkenalkan saya kepada sosok yang pantang menyerah.

Nah, tinggal saya umumkan pemenangnya. Berikut ini pemenang di giveaway novel Yorick:


Yeay! Yeay! Yeay!
Selamat untuk para pemenang!

[Silakan kirim data diri kalian ke email hapudincreative@gmail.com dengan judul Konfirmasi Pemenang Yorick. Formatnya Nama, Alamat, dan Nomor Ponsel, untuk pengiriman hadiah.]

Sekali lagi selamat kepada para pemenang dan nantikan giveaway selanjutnya...


Maju Tak Gentar! Ngeblog di Ponsel

Saya lupa udah berapa lama ngeblog gak pake laptop. Beberapa postingan terbaru itu dibikinnya di ponsel, kemudian diedit dan dipublikasikan di blogger lewat komputer kantor. Rada keteteran sih, cuma untuk sekarang ini belum memprioritaskan buat beli laptop dulu. Soalnya masih banyak pos yang harus didahulukan.

Pokoknya komputer kantor sangat ngebantu buat eksekusi postingan :)


Aslinya sulit banget mengimprovisasi tulisan pas ngedraft di ponsel. Layar yang terbatas dan tuts yang kecil bikin ngerjain artikel butuh niat yang gede banget. Kadang gemes banget pas lagi ngetiknya. Buat ngehapus kalimat yang salah atau paragraf yang kurang menarik saja mesti sabar karena ngehapusnya huruf demi huruf.

Oya, tulisan ini dibuat semata-mata untuk jadi pengingat kalau saya pernah mengatakan, "Saya baik-baik aja", kalau-kalau di masa depan saya mengeluh gara-gara mesti ngeblog via ponsel. Tapi tetep sih berdoa semoga segera kebeli laptop barunya, hehehe.


 Kondisi:
 1. Saya pakai ponsel Evercoss type M53 (layar 5.34 Inch, kamera belakang 8MP)
 2. Saya menggunakan aplikasi Blogger untuk ngedraft artikel.

Biarpun saya pakai ponsel, semoga kegiatan ngeblog saya nggak terganggu. Walau kenyataannya udah kerasa banget ada penurunan ngeposting artikel. Bahkan banyak artikel setengah jadi yang dihapus gara-gara alasan, "Ribet ah ngeditnya. Mending bikin baru lagi."

Nah lho, sampe segitunya.

Meski kondisinya begitu, ini malah menantang saya untuk aktif ngeblog lagi. Ibarat masak air, udah matang banget, meluap-luap bergulak. Tentu saja sisi penyajian artikel bakal jadi PR besar dengan keadaan yang terbatas begini. Improvisasi dan kreatifnya harus pelan-pelan dan gak boleh nyerah uji coba sampe bisa dan terbiasa.

[Resensi] Friendzone: Lempar Kode, Sembunyi Hati - Alnira


Judul: Friendzone: Lempar Kode, Sembunyi Hati
Penulis: Alnira
Penyunting: Tim Editor Fiksi
Desain sampul: Aqsho Zulhida
Penerbit: Grasindo
Terbit: April 2018
Tebal buku: 310 halaman
ISBN: 9786024528423
Nilai: 4/5

Ini kali pertama saya membaca karya dari seorang Alnira yang menurut data profilnya sudah menerbitkan delapan judul novel, termasuk yang ini. Penulis baru (atau bukan baru-baru banget) yang produktif sekali ternyata.

Lagi, saya membaca novel roman yang tema utamanya friendzone. Permasalahan temanya seputar kebimbangan merubah status teman ke pacar. Tokoh utamanya Dira dan Ransi. Mereka bagian dari sekumpulan pertemanan sejak SMA: Angga, Maya, Wisnu, Okta. Dira sadar kalau dia suka Ransi yang suka ngasih kode romantis. Sayangnya si Ransi nggak pernah terus terang dan hanya main kode-kodean. Pernah Dira iseng menegaskan maksud Ransi, eh malah dikatain kegeeran. Berikutnya dia malas bahas kepastian. Dan si Ransi masih nggak berubah. Dalam permasalahan roman ini Dira yang lebih banyak makan hati.

Subkonflik lainnya, Maya suka Angga, tapi Angga jadiannya sama Okta. Wisnu suka Maya, Mayanya pacaran sama yang lain. Subkonflik yang cukup ampuh mempermanis konflik utamanya biar nggak jadi membosankan. Eh, tapi membaca konflik utamanya aja nggak bakal bosan. Jaminan. Malah seru.

Berikut catatan yang saya bikin setelah membaca tuntas bukunya: 
  1. Saya ngiri sama pertemanan mereka yang solid. Walau setelah mereka beranjak dewasa, mereka masih menyempatkan diri berkabar dan berkumpul untuk update keadaan terbaru. Ah, pokoknya beda banget sama saya dan sahabat-sahabat SMA yang kemudian sibuk dengan dunia masing-masing.
  2. Saya mendapatkan pelajaran penting tentang cara memperhatikan perempuan hingga apa saja yang mesti dipersiapkan untuk menghalalkannya. Dewasa banget pesan moralnya.
  3. Banyak prinsip hidup dari masing-masing tokoh yang bisa dipetik. Cukup untuk menjadi pengingat dalam hal kebaikan.

Pengen banyak berkomentar tapi mendadak kaku. Jadi, saya sudahi saja dulu. Semoga saya punya kesempatan membaca buku karya Alnira lainnya.

[Resensi] Perkara Bulu Mata - Nina Addison


Judul: Perkara Bulu Mata
Penulis: Nina Addison
Editor: Harriska Adiati & Neinilam Gita
Desain sampul: Orkha Creative
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Terbit: September 2018
Tebal buku: 296 halaman
ISBN: 9786020611907 / 9786020611914

Cerita di novel Perkara Bulu Mata terbilang segar, itu reaksi pertama saya setelah selesai membaca tuntas. Padahal judulnya ini jadi persoalan di awal membaca, nggak ada menarik-menariknya sama sekali. Dan saya juga sempat mandeg membacanya. Begitu kesempatan kedua datang, saya keukeuh melanjutkan sampai tamat.

Novel Perkara Bulu Mata menceritakan empat anak manusia yang bersahabat sejak mereka di SMA: Vira, Jojo, Albert, dan Lilian. Usia dewasa yang melemparkan mereka pada dunianya masing-masing lantas nggak merenggangkan persahabatan yang terjalin. Hanya saja tidak ada jaminan kalau perempuan dan laki-laki sahabatan, bakal awet sahabatan tanpa ada cinta-cintaan. Ternyata waktu SMA Lilian sempat naksir Albert yang berujung penolakan. Beruntungnya persahabatan mereka tidak jadi tumbal. Dan akhir-akhir ini Vira yang mulai merasakan suka sama Jojo sejak mereka curhat tentang kandasnya hubungan dia dengan Tom, dan nggak sengaja Vira memperhatikan bulu mata Jojo. Terdengar aneh memang, ada ya orang jatuh cinta sebabnya lihat bulu mata.


Cerita utama kemudian bergulir urusan tarik ulur hubungan Vira dan Jojo. Awalnya Vira suka Jojo, Jojo malah nggak suka. Begitu Jojo suka Vira, Vira sedang berproses ikhlas dengan perasaannya yang dirasa sepihak. Bagian ini menggemaskan sekali. Belum lagi bagian-bagian seru ketika Vira dan Jojo merasa cemburu untuk satu sama lain gara-gara muncul pihak lain: Bella dan JC.

Kalau mau tau perjalanan asmara mereka, mending baca aja novelnya langsung!

Tema novel ini roman friendzone. Dan nggak tau kenapa nggak pernah bosan baca novel roman begini. Terutama bagian tarik ulur hubungan yang nggak jelasnya itu. Saya simpulkan Nina berhasil membawa pembaca ke konflik seru Vira-Jojo hingga bikin saya gemas, kesal, menggerutu, sekaligus tertawa.

Gaya bercerita renyah karena diksi yang digunakan to the point, nggak pakai bahasa yang terlalu baku, apalagi yang sastra banget. Yang mengganggu buat saya justru penggunaan bahasa inggris di kalimat yang panjang. Pokoknya ini urusan personal banget, soalnya saya nggak pinter menerjemahkan kalimat bahasa inggris.

Karakter keempat tokoh sangat hidup dan terkesan nyata. Kedewasaan mereka juga kerasa, nggak terjebak dengan ala remaja-remaja alay. Tercermin dari keputusan dan pola pikir yang dibentuk ada unsur bijaknya. Soalnya ada beberapa novel yang pakai tokoh dewasa tapi si tokoh disajikan remaja banget. Kan ganggu sekali. Sorotan cerita di novel ini memang kepada Vira-Jojo, namun keberadaan Albert dan Lilian sangat berarti sebagai penopang cerita. Permasalahan mereka ibarat jeda untuk masalah Vira-Jojo sehingga cerita tidak monoton membahas inti cerita Vira-Jojo.

Ada empat catatan yang merangkum mengenai novel Perkara Bulu Mata ini:

  1. Persahabatan yang disajikan Nina lewat keempat tokoh utamanya terbilang seru dan manis. Geng temen yang dewasa dan manusiawi.
  2. Kisah percintaan yang ada di novel ini tergolong kompleks, akibat ragu milih sahabatan apa pacaran. Ah, ketakutan nyata yang dihadapi orang-orang di club ‘sahabatan lawan jenis’ selalu soal nanti bakal gimana kalau berubah status. Bakal baik-baik saja atau justru berantakan. Dan pikiran ini yang menjadi dalih, “Mending dipendem aja deh!”
  3. Nilai kemanusiaan yang mendewasakan pembaca lewat wejangannya yang nggak menggurui. Ditambah momen untuk menyampaikannya yang nggak kayak ceramah di mimbar atau menegur secara brutal, membuat novel ini nggak kehilangan rasanya jadi novel religi atau buku self-improvement. Aura novel metropop-nya tetap terjaga.
  4. Jalan-jalan ke Praha yang seru karena subkonflik yang dipilih penulis membuat adegannya tetap menarik diikuti. Nggak hanya bicara tentang nama jalan, sejarah, atau monumen khas kota Praha, namun lebih ke fungsi latar yang menyokong alur dalam menyampaikan pesan novel dengan tanpa melepaskan informasi kotanya.

Akhirnya, saya merekomendasikan novel ini untuk dibaca kalian. Terus saya penasaran dengan novel karya Nina lainnya: Morning Brew (2011) dan Kismet (2015).


[Resensi] Arwah - Jounatan & Guntur Alam


Judul: Arwah
Penulis: Jounatan & Guntur Alam
Penerbit: PT Elex Media Komputindo
Terbit: Desember 2017
Tebal: 172 halaman
ISBN: 9786020451176
Harga: Rp46.800
Nilai: 2/5

Setelah lama tidak bisa menyelesaikan satu bacaan pun, akhirnya saya bisa pecah telur dengan membaca tuntas novel horor berjudul Arwah. Novel ini ditulis duet oleh Jounatan dan Guntur Alam, dan didaulat sebagai novel pertama dari novel trilogi. Buku keduanya sudah terbit juga, berjudul Tumbal. Sedangkan novel ketiganya sedang dalam proses penulisan, berjudul Ritual.

Novel Arwah bercerita tentang tiga teman kelas XI di SMA Victoria yaitu Jounatan, Nayla dan Leo. Jou diperkenalkan kepada Kak Bram yang merupakan kakak laki-laki Melodi, teman perempuan yang diam-diam menyukainya, untuk pekerjaan di Diskotek Lipstik. Kunjungan pertama mereka ke diskotek itu berujung tragedi yang melibatkan sosok hantu berambut gondrong dan memakai kaus kuning bertuliskan Nirvana. Hantu tersebut dikenal sebagai hantu Budi Lupus. Kemudian ketiganya diteror dengan sadis.

Apa hubungan benang merah antara Diskotek Lipstik, hantu Budi Lupus dan Jounatan?

Secara umum saya rada kecewa dengan ceritanya.

Novel Arwah ini memang mengambil genre yang jelas, novel horor. Tetapi, buat saya aura horor itu menjadi tidak horor lagi ketika adegan horor dimunculkan terlalu sering. Sejak Jounatan pergi ke Diskotek Lipstik, rasanya hidup Jounatan diganggu mulu oleh hantu Budi Lupus. Bukan sekali atau dua kali, setiap ke toilet, di rumah, di diskotek, Jounatan selalu dihantui. Saya sebagai pembaca bukannya merasa ngeri dengan kehadiran hantunya, justru makin bertanya-tanya, apa benar novel horor harus hantunya dimunculkan setiap saat begini.

Bahkan narasi mengenai hantunya diulang berkali-kali, seperti darah yang menetes dari hantu, bau rokok yang menguar, hingga bau amis darah. Sehingga saya beberapa kali meloncati paragraf yang menjelaskan kehadiran hantu dengan narasi sama karena saya sudah paham sekali ciri hantu dan kehadirannya akan diceritakan seperti itu.

Kemudian, menurut saya alasan Jounatan untuk bekerja terlalu mengada-ada. Sekadar menjadi mandiri dan bukan tuntutan hidup yang kemudian membuat Jounatan mengalami gangguan belajar di sekolah (tertidur di kelas, hal.67), sangat disayangkan. Saya tidak habis pikir penulis mau mengambil alasan aneh ini untuk ukuran anak SMA kelas 2 dengan orang tua yang masih lengkap. Terkesan dipaksakan.

“Jangan dipaksain kerjan Jou. Papa masih sanggup ngumpulin uang buat kuliahmu nanti….” (hal.52)
“Enggak apa-apa. Aku kuat. Udah gede ini. Lagian, kayak yang sering aku bilang, aku mau mandiri, Pa….” (hal.53)
Karakter Jounatan pun tidak pas untuk disukai sebagai karakter utama. Saya paham ketakutan dia yang dihantui mahluk halus. Namun ketika Nay membuka diri menceritakan keganjilan yang ia alami, Jo justru menutup diri terhadap keganjilan yang ia alami. Padahal sebelumnya ada pernyataan ia ingin menceritakan keanehan yang ia alami namun ia takut dengan reaksi Leo atau Nay tidak sesuai yang ia pikirkan. Jadinya situasi yang kontradiksi.

Bisa dikatakan karakter Jou, Nay, dan Leo tidak menonjol. Parameternya, saya tidak mendapatkan kesan mendalam terhadap ketiganya.

Di buku ini juga memuat kebetulan yang membuat saya tidak percaya. Penulis menghadirkan Natali, Pak Narto (satpam) dan Pak Hasta, yang punya kemampuan merasakan keanehan atas keberadaan hantu. Tiga orang terlalu banyak untuk menjadi perantara perasa keberadaan hantu yang bersinggungan dengan tokoh utama Jou.

Selain itu ada teknik penulisan yang tidak saya sukai yaitu penggambaran kejadian aneh yang dinarasikan penulis secara detail tetapi bukan dalam sudut pandang tokohnya. Semacam ada kejadian aneh di belakang punggung tokoh utama yang tidak disadari. Jadinya malah tidak horor lagi.

Tanpa dia sadari, satu per satu pakaian kotor di dalam keranjangnya bergerak ke atas,… (hal.84)
Kesan saya setelah membaca cerita buku Arwah ini adalah capek. Saya merasa dijejali dengan kehadiran hantu yang kelewat sering. Maunya saya, cerita hantu itu dikemas dengan kehadiran hantunya yang tepat waktu dan enggak keseringan, tetapi dibanyakin kegiatan ketiga tokoh utama menelusuri fakta tersembunyi atas misteri hantunya. Biarkan hantu itu muncul di bagian-bagian klimaks saja.

Gara-gara membaca buku ini juga, saya merasa perlu membaca novel genre horor penerbit ‘tetangga’ untuk membandingkan mana teknik yang pas dalam membuat cerita horor. Biarpun banyak catatan di ulasan novel Arwah ini, saya tetap akan melanjutkan ke buku keduanya, Tumbal.

Semoga bisa lekas selesai membacanya!

[Jadi kaku lagi bikin ulasannya. Harap bisa maklum euy]

[Resensi] Nikmatnya Bersyukur: Merajut Gaya Hidup Penuh Bahagia - Bahrus Surur-Iyunk


Judul: Nikmatnya Bersyukur: Merajut Gaya Hidup Penuh Bahagia
Penulis: Bahrus Surur-Iyunk
Penerbit: PT Elex Media Komputindo
Terbit: 2018
Tebal buku: xxii + 178 halaman
ISBN: 9786020458601
Harga: Rp53.800

Ada yang bilang kalo instagram itu media sosial yang selain menghibur juga membuat banyak orang iri. Pasalnya pengguna di instagram seolah berlomba-lomba memamerkan keunggulan dengan kemasan menarik dan spesial, meski kenyataannya entah kayak gimana. Apapun yang di-posting harus mencapai love banyak, kalo perlu dibanjiri komentar yang berjuta-juta. Ini yang kemudian jadi perhatian beberapa pengguna untuk menganalisa banyak manfaatnya atau justru banyak tidak manfaatnya.

Kalo saya sendiri sudah lama nggak main instagram. Bukan perkara alasan di atas. Saya merasa menggunakan instagram menghabiskan banyak waktu. Sekalinya buka, scroll ke bawah, mendapatkan banyak suguhan informasi, foto menarik, video lucu, dan pas sadar sudah dua jam lebih. Saya menghabiskan dua jam untuk melihat saja. Kalau membaca caption panjang rasanya jarang orang melakukannya. Ada yang salah dengan pola penggunaan begini. Kalo mencari hiburan, saya mending nonton film. Kalo durasinya dua jam, setelah nonton ya sudah nggak akan ditonton lagi karena sudah tahu isi filmnya apa. Sedangkan instagram menjadi candu, bakal buka lagi, lagi, dan lagi.

Saya uninstall instagram dan lebih aktif di twitter yang penggunaanya baik buat saya sebagai orang yang mencari hiburan sekaligus informasi dunia blog.
Menilik cerita di atas, orang yang menggunakan instagram akan berdalih "Yang penting bahagia cuy!"

Dan kalau bahagiamu itu bikin kau tidur cukup gara-gara instagram, saya kasih selamat sambil tepuk tangan yang kenceng.

Pok! Pok! Pok!

Tapi kalau bahagiamu belum penuh, saya mau share sedikit isi buku keren yang ditulis oleh kepala sekolah SMA Muhammadiyah di Sumenep dengan tajuk Nikmatnya Bersyukur: Merajut Gaya Hidup Penuh Bahagia.

Buku ini bakal menuturkan mengenai cara-cara bersyukur dalam rangka menjadi bahagia dengan sumber-sumber dari Al-Quran dan hadits. Menurut Al-Ghazali ada tiga cara manusia menunjukkan cara bersyukur. Pertama, bersyukur dengan hati. Kedua, bersyukur dengan lisan. Ketiga, bersyukur dengan anggota badan. Lebih jelasnya mending baca langsung bukunya.

Pendapat mengenai bersyukur adalah persepsi cara pandang, sangat menarik dipahami. Mungkin ketidakbahagiaan kita saat ini karena tidak bersyukur akibat cara pandang yang keliru. Misalkan kita sudah punya mobil, masih saja gelisah setiap melihat mobil yang lain lebih bagus dan lebih mahal. Yang sudah punya motor masih gelisah karena kepikiran ingin punya mobil. Padahal hati bakal tentram sentosa kalau kita merubah cara pandang dengan tidak melihat ke atas untuk membandingkan. Cobalah melihat ke bawah saja. InsyaAllah kita akan paham bahwa Allah sudah memberikan lebih banyak kepada kita dibandingkan yang dimiliki oleh mereka yang ada di bawah kita. Dari sini kita akan merasa sangat bersyukur.

Pada akhir bab buku ini menjadi penutup yang benar-benar keren karena membuka amalan yang ringan namun berfaedah sangat besar. Sekaligus mengingatkan buat kita yang kalau habis salat langsung beranjak. Sebab kata Rasulullah membaca Alhamdulillah, Subhanallah, dan Allahuakbar sebanyak 33 kali memberikan banyak manfaat.

Kata Alhamdulillah, segala puji milik Allah, memiliki ajakan kepada kita untuk bersyukur dalam segala keadaan. Kata Subhanallah, Maha Suci Allah, memiliki ajakan kita sebuah kesadaran Allah itu suci dan manusia adalah tempat salah sehingga perlu sekali bagi kita untuk ringan menjadi orang yang pemaaf. Kata Allahuakbar, Allah Maha Besar, mengingatkan kita untuk tidak membesar-besarkan hal kecil dan tidak membesar-besarkan urusan dunia selain untuk urusan Allah.

Konsep bersyukur yang disampaikan dalam buku ini akan membuat kita menjadi pribadi yang taat, bersabar, pemaaf, dermawan, dan tentu saja jadi orang bahagia. Sebab ujung usaha keras manusia di dunia adalah kebahagiaan dunia sekaligus kebahagiaan akhirat.

[Resensi] Teka-Teki Robeknya Baju Pangeran Oskar - Dyah Umi Purnama


Judul: Teka-Teki Robeknya Baju Pangeran Oskar
Penulis: Dyah Umi Purnama
Penerbit: Penerbit Bhuana Sastra
Terbit: 2018
Tebal: i + 81 halaman
Nilai: 3/5

Novel Teka-Teki Robeknya Baju Pangeran Oskar termasuk salah satu novel anak. Ceritanya seperti dongeng. Terutama tentang latarnya yaitu di sebuah desa yang dinaungi kerajaan Glomenia.

Kisahnya, pada suatu hari Pak Jame mendapati baju untuk Pangeran Oskar yang dipesan kerajaan sudah dalam keadaan robek. Pak Jame yang baru saja pulang dari pasar panik dan dugaan pertama mengenai pelakunya tentu saja tertuju kepada anak laki-lakinya, Tommy. Apalagi sebelum baju itu selesai dijahit, Tommy sempat menginginkan untuk mencoba baju tersebut namun dilarang oleh Pak Jame.

Tommy menyanggah dugaan ayahnya dan dugaannya justru menunjuk kepada sahabat perempuannya, sekaligus anak dari tetangganya, Sally. Bukan tanpa alasan, Sally pernah ditolak oleh Pangeran Oskar untuk mencicipi kue dadar gulung buatannya. Dan Sally masih kesal kepada Pangeran Oskar.

Sally jadi marah dituduh demikian dan dia sendiri punya dugaan lain soal pelaku yang merobek baju pangeran yaitu Memo, kucing peliharaannya.
Selain dugaan kepada Tommy, Pak Jame menaruh curiga kepada tetangganya, Pak Ale. Dia adalah penjahit juga. Hanya saja hasil jahitan Pak Ale kurang bagus sehingga pesanan jahitannya sedikit jika dibandingkan pesanan jahitan Pak Jame.

Masalah tambah pelik ketika Pak Jame berniat memperbaiki sobekan pada baju itu, dibutuhkan benang emas yang mesti dibeli seharga 20 keping emas. Ia pun terpaksa menggadaikan rumahnya kepada Pak Goldin hingga pada saat sebelum jatuh tempo, Pak Jame dan Tommy harus meninggalkan rumah, orang-orang Pak Goldin datang mengusir.

Lalu, sebenarnya siapa pelaku yang tega merobek baju pangeran Oskar?

Kisahnya sederhana dan memang begitulah ciri khas cerita-cerita yang ditujukan kepada anak-anak dalam rangka menanamkan nilai-nilai budi luhur. Mbak Dyah selaku penulis sudah berusaha menggabungkan cerita masa lalu dengan masa kini. Terasa sekali dari latar kerajaan yang disandingkan dengan nama karakter yang rasanya sudah modern. Misalkan nama Tommy dan Sally.

Penulis juga berhasil menjaga teka-teki pelaku hingga akhir kisah. Dugaan-dugaan setiap tokoh yang membuat pola menyambung antara satu ke yang lain, membuat bingung menentukan alibi siapa yang benar dan siapa yang sebenarnya bersalah.

Nilai budi luhur yang ingin disampaikan dalam novel Teka-Teki Robeknya Baju Pangeran Oskar adalah hati-hati dalam berprasangka dan berbuat baiklah kepada siapa saja.
Pesan pertama, hati-hati dalam berprasangka, ditunjukkan oleh beberapa karakter yang tidak serta merta terang-terangan mengatakan si anu sebagai biang masalah. Pak Jame bahkan tidak menghakimi anaknya dan tetangganya secara frontal atas dugaannya. Kalau sampai itu terjadi, masalah lebih besar akan menanti. Ini terjadi kepada Tommy yang menuduh Sally. Efeknya persahabatan mereka menjadi renggang.

Pesan kedua, berbuat baiklah kepada siapa saja juga diajarkan oleh Pak Jame. Dia sosok yang berhati mulia dengan tidak membiarkan pihak kerajaan menghukum Pak Goldin yang sudah mencuranginya. Juga memberikan kesempatan kepada Pak Jenggo, orang-orang yang mengusir dari rumahnya sendiri, untuk tetap tinggal sampai mereka menemukan tempat tinggal yang baru. Yang paling mengharukan, Pak Jame mau berbagi rezeki atas pesanan jahitan dari kerajaan dengan Pak Ale, sekaligus dalam rangka mengajarinya menjahit yang bagus.

Keseluruhannya, buku ini sangat layak dibaca oleh anak-anak dalam rangka membangun akhlak baik atau dibacakan oleh orangtua kepada anak-anak dengan tujuan lainnya, menciptakan waktu berharga bersama keluarga.

[Resensi] False Beat - Vie Asano


Judul: False Beat
Penulis: Vie Asano
Editor: Kavi Aldrich
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Maret 2018
Tebal: 296 halaman
ISBN: 9786020382265
Harga: Rp72.00
Nilai: 4/5


Novel False Beat ini dilabeli sebagai novel dewasa metropop. Ini peringatan dini jika di dalamnya akan ditemukan konten dewasa. Namun, kalian tenang saja, bukan berupa adegan syur kok, hanya sebatas narasi mesum saja. Kalau buat saya sih termasuk mengecewakan karena tidak vulgar seperti yang sudah saya bayangkan, hahaha.

Kita akan ketemu sama gadis berusia 26 tahun yang karena punya hutang kepada om-nya sewaktu ia berangkat magang ke Jepang, Kanaya Thalitha harus setuju dengan perjanjian yang mengharuskannya menjadi manajer dari grup band Keanu & squad selama tur konser ke belasan kota. Yang membuat berat tugas ini adalah Aya mesti menghadapi sosok Keanu, sang vokalis, yang kalau bertindak sesuka hati dan kalau berbicara seasalnya. Aya tidak bisa mundur dari perjanjian ini dan di hari pertamanya secara tidak sengaja ia menyaksikan tubuh topless Keanu yang aduhai (menurut Aya) sehingga memancing Keanu marah. Jelas Keanu geram, sebelumnya ia tengah tersandung gosip melecehkan mantan manajernya. Jadi di mata Keanu, Aya tercap gadis mesum.

Hubungan Aya dan Keanu sudah seperti Tom dan Jerry, selalu berdebat dan bersitegang. Aya yang berusaha menjadi manajer yang baik kewalahan menghadapi sikap Keanu yang serba semaunya sendiri.

Informasi baru yang didapatkan Aya, ternyata Keanu memiliki saudara kembar bernama Kevin. Mereka berdua ibarat siang dan malam dalam hal profesi. Keanu jadi anak band, sedangkan Kevin jadi pengacara. Tapi jika soal karakter, Aya menyimpulkan mereka berdua sama saja, sama-sama bikin kesal.

Di awal-awal buku, cerita Aya menghadapi si Keanu sangat menarik. Perseteruan mereka benar-benar bikin gemas, soalnya pembaca akan dibawa pada satu bab yang dikira saya mereka akan baikkan dan saling mengerti, eh ternyata malah lanjut berantemnya. Keanu pun bandel banget mengikuti jadwal tur. Dia beberapa kali menyelinap pergi ke Bandung. Kepergian Keanu ke Bandung tidak saya duga akan jadi misteri besar. Saya kira dia ke Bandung hanya untuk urusan pacar dan tabiat nakalnya. Namun ternyata ada kisah besar di sana yang berhubungan dengan si Kevin.

Sampai sini saya bingung untuk menerangkan lebih banyak plot ceritanya sebab takut jadi spoiler. Nanti malah nggak seru pas kalian baca sendiri bukunya.

Novel ini berpusat bagaimana Aya membuka rahasia yang ditutupi si kembar. Dugaan-dugaan kalian akan keliru mengenai si kembar sebab konflik perseteruan si kembar sudah sangat umum dibahas di beberapa novel sebelum ini tapi novel ini menyajikan plot lain yang berbeda. Sangat berbeda sekali. Yang jelas apa yang dilakukan si kembar akibat keadaan yang mengharuskan melakukan keputusan itu, hampir membunuh keduanya baik fisik maupun psikologi.

Latar belakang Aya sendiri sangat sedikit dibahas di novel ini. Terutama bagaimana awal mula ia bisa terlilit hutang pasca kondisi keuangan keluarganya terpuruk. Sehingga yang saya kenali luar dalam bukan tokoh Aya, melainkan Keanu dan Kevin. Sedikit mengganggu juga karakter Aya yang meledak-ledak dan ekspresif di usianya yang 26 tahun, menurut saya terasa berlebihan. Usia segitu umumnya perempuan sudah lebih tenang dan bijak. Beruntungnya profesi yang disematkan kepada Aya bukan yang formal seperti orang kantoran atau tenaga profesional formal lainnya, sehingga saya tutup mata untuk informasi usia tersebut dan saya hanya membayangkan usia Aya sekitar 22 tahunan.

Saya juga merasa perlu menggambarkan bagaimana rasa dari novel ini. Awalnya kita akan diajak mesem-mesem dengan keributan bak Tom dan Jerry, lalu berikutnya akan dikagetkan dengan rahasia si kembar. Pada bagian ini kalian akan merasa tak percaya dengan yang dilakukan si Kevin, terutama alasannya. Lalu, selanjutnya menjadi kelam, ada yang meninggal, ada yang mau bunuh diri, dan lebih banyak yang patah hati. Menjelang ujung cerita, harapan dimunculkan seperti matahari pagi yang terbit setelah semalaman hujan deras seperti tak ada habisnya.

Selain Aya, Keanu, dan Kevin, muncul karakter lainnya yang turut menyemarakkan cerita novel False Beat ini. Randy (basisst), Jonas (gitar), Regan (drummer), dan Adrian (kibor). Mereka adalah personil Keanu & squad. Dari keempatnya, Jonas menjadi tokoh yang punya kekhasan sendiri. Dia kerap melakukan meditasi. Aya sampai bertanya-tanya, bagaimana ceritanya Jonas yang penganut kedamaian hidup berkecimpung di dunia yang dikenal hedonis, hura-hura, dan ramai. Tentu saja alasannya bisa kalian temukan dengan membaca novelnya.

Karakter lain yang sama bersinarnya adalah Key. Perempuan cantik yang mengenal Keanu dan Kevin sejak mereka masuk SMA. Dia pula yang menjadi salah satu sebab Keanu dan Kevin berseteru soal asmara. Key ini katanya cantik banget lho, sampai diperbandingkan dengan Kate Middleton.

Siapa pula itu Kate Middleton?



Setelah membaca tuntas kisahnya, saya simpulkan novel False Beat ini ingin menyampaikan pesan "Sayangilah keluargamu, orang-orang terdekatmu, orang-orang yang kau sayangi, sebelum waktu yang menghalanginya. Saat semua sudah terlambat, semenyesal apa pun dirimu, kesempatan itu nggak akan terulang. Maaf, airmata, penyesalan, cuma tertinggal tanpa mampu memperbaiki kesempatan yang terlanjur sudah hilang." Pesan ini sangat kuat disampaikan penulis, sampai saya harus menahan mata yang kadung berkaca-kaca agar nggak menetes. Pesan yang menohok dan membuat kita merenung tentang arti keluarga dan mereka yang kita sayangi.

Catatan:
Gambar Kate Middleton diunduh dari link berikut: https://www.behance.net/gallery/10256449/Trench-Coat-Inspirations-by-Kate-Middleton-httpwwwl

Mengintip Koleksi Ebook Di Google Play Book

Sudah dua bulan saya langganan paket premium Gramedia Digital. Pertimbangannya karena lebih hemat. Dengan harga 90K, saya puas membaca buku terbitan Gramedia dari yang paling baru sampai yang lawas. Namun, sebulan ini saya berhenti langganan mengingat mood baca saya sedang turun dan langkah baiknya saya meniatkan membaca buku fisik saja. Niat tinggal niat, buku fisik tak ada yang selesai dibaca. Saya masih berdalih karena sibuk sama Ujian Tengah Semester dan ngebut menunaikan tugas kuliah yang belum disetor.

Dari pada meratapi bacaan saya yang belum nambah, saya mau ajak kalian mampir ke akun google play book untuk mengintip ada ebook apa saja yang saya koleksi. 


1. COUPL(OV)E, RHEIN FATHIA
Novel roman lawas yang saya beli pas sedang suka-sukanya sama buku terbitan Bentang Pustaka. Namun, sampai hari ini saya belum membacanya.

2. STALKER, DONNA WIDJAJANTO
3. KOSONG, ADE IGAMA
4. HILANG, DANNIE FAIZAL
5. SALON TUA, CHRISTINA JUZWAR
6. MIMPI PADMA, AYU DIPTA KIRANA
7. DERING KEMATIAN, LAMIA PUTRI DAMAYANTI
8. NYAWA, VINCA CALLISTA
Ketujuh novel yang tergabung dalam series Darklit di bawah naungan penerbit Bentang Pustaka, saya beli saat momen digratiskan. Saya lupa saat itu ada perayaan apa, tapi ketujuh ebook ini bisa diunduh dengan nol rupiah.

9. A GAME OF THRONES, GEORGE R. R. MARTIN
Novel kolosal yang saya beli ebook-nya karena terpengaruh oleh series televisinya yang bagus. Dan menurut beberapa blogger buku, novel yang berseri ini patut dibaca oleh penggemar series televisinya.

10. CANNERY ROW, JOHN STEINBACK
Novel ini saya beli karena nama Eka Kurniawan sebagai penerjemah. Namun, baru beberapa lembar membaca saya harus menghentikan. Ada ketidaknyamanan yang susah dijelaskan dan saya berniat membaca ulang ketika sudah siap.

11. THE MIDNIGHT STAR, MARIE LU
12. UBUR-UBUR LEMBUR, RADITYA DIKA
Kedua buku ini saya beli saat ada diskon gede. Saya lupa diskonnya berapa. Namun, diskon gede itu berlaku hanya untuk pembelian dua buku. Sebab saat saya mau membeli buku ketiga, harganya sudah kembali normal.

13. BIG MAGIC, ELIZABETH GILBERT
Saya suka dengan buku non-fiksi yang membahas kreatifitas. Ditambah, poin kreatifitas pada buku ini berkisar dunia penulisan. Makin mantap saya harus punya dan baca buku ini.

14. STEAL LIKE AN ARTIST, AUSTIN KLEON
15. ANIMAL FARM, GEORGE ORWELL
Kedua buku ini baru banget dibeli karena Mizan Indonesia mengadakan diskon 35% di google play book. Selain saya penasaran dengan buku yang karakternya ada hewan babinya, juga buku Animal Farm ini muncul di bukunya Jakarta Sebelum Pagi - Ziggy Zezsyazeoviemazabrizkie. Sedangkan buku Austin Kleon karena membahas kreatifitas.

16. NOVELET MADRE, DEE LESTARI
Novelet ini saya beli ketika ingin belajar gaya bercerita khas Dee Lestari yang terus terang dan tidak puitis.

Itulah sederetan buku yang saya punya yang ada di akun google play book. Buku-buku tadi beberapa sudah dibaca, dan kebanyakan belum dibacanya, hehehe. Nah, mungkin kalian juga punya ebook di google play book, boleh sharing di kolom komentar. Dan kalau ada buku rekomendasi tentang kreatifitas, kalian boleh kasih tahu saya di kolom komentar juga. Ke depannya mungkin judul buku itu yang akan saya beli.

[Resensi] Warm Heart - Ullianne


Judul: Warm Heart
Penulis: Ullianne
Penyunting: Tim Editor Fiksi
Penerbit: Grasindo
Terbit: Februari 2018
Tebal buku: 150 halaman
ISBN: 9786024529055
Harga: Rp49.000 (via bukabuku.com)
Nilai: 2/5

Jangan pernah membenci saya jika saya mengulas novel kalian dengan terus terang. Saya pembaca saja, dan saya bisa menilai suka atau tidak suka terhadap bacaan saya, dengan mempertimbangkan beberapa standar pribadi. Dan jangan sekali-sekali membalik kritikan saya dengan ungkapan, "Kalo gitu, silakan tulis sendiri kisah yang bagus menurutmu!!!".

Tidak butuh waktu lama buat saya untuk bisa menuntaskan membaca novel kedua dari Ulianne ini. Novel pertamanya justru saya belum baca. Dan begitu selesai baca, saya tahu saya akan menuliskan banyak hal yang tak bagus tentang novel ini.

Saya tahu ini novel percintaan dan saya mengakui kalau kadar romannya sangat kental. Berkisah tentang gadis bernama Clara yang pulang ke Indonesia setelah menetap selama lima tahun di Singapura, dalam rangka menjauh dari laki-laki yang sudah menorehkan luka. Laki-laki itu bernama Andre, dia adalah sahabat dekatnya Clara. Ada satu kejadian penting yang terjadi antara Clara dan Andre hingga keduanya menjauh dengan memendam amarah dan tekad untuk saling melupakan. Lima tahun yang berlalu ternyata tidak membuat amarah dan tekad itu terlaksana. Keduanya justru dirundung pilu atas usaha-usaha melupakan yang justru makin memperbesar rasa rindu. Pertemuan itu kembali terjadi dan keduanya mati-matian menghindar tapi proyek kerjaan membuat mereka harus terus bersinggungan.

Konflik percintaan yang dibahas penulis terlalu diperpanjang. Lagi-lagi-lagi-lagi penulis membahas masa lalu di lima tahun kemarin, tanpa menerangkan apa yang terjadi. Saya menunggu dan penasaran dengan kejadian tersebut, dan ketika hampir mencapai akhir buku, saya harus mengelus dada. Tidak ada perpisahan yang diakibatkan oleh peristiwa besar. Jadi, mereka saling benci dan menahan amarah hanya karena takut melangkah ke babak lain dan mereka tidak berani terus terang? Sedangkan seakan-akan masalahnya lebih besar daripada itu jika dilihat bagaimana penulis mau membuka twist-nya di akhir. Saya super kecewa.

Noktah hitam muncul dari segi typo. Banyak saya temukan kata-kata yang kurang hurup atau salah hurup. Bikin gemas saja. Bukan apa-apa, Grasindo itu penerbit besar yang sudah tentu punya tim hebat dan jeli untuk sekadar memeriksa aksara. Saya malah berkesimpulan, mengejar targetkah hingga masalah typo saja bisa kelolosan. Jangan bilang, "Kan kami juga manusia biasa." Ergggggh.

Lalu, apa sih pelajaran yang bisa dipetik dari novel Warm Heart ini? Terus terang sajalah. Yap, jangan suka memendam apa yang pengen diutarakan. Jangan kebanyakan mikir nanti bagaimana. Sebab, kalau sudah terlanjur makin rumit masalahnya, kita harus memulai dari nol dan beradaptasi dengan perubahan yang terlanjur sudah dimulai. Clara dan Andre memang terlalu membiarkan masalah berkembang makin besar tanpa tahu dengan jelas masalah sebenarnya. Mereka berdua hanya mengandalkan kesimpulan pribadi saja. Dan lihat hasilnya, mereka dibelenggu masalah yang bias dan ketika takdir mendorong mereka untuk menuntaskan masalah itu, mereka harus ekstra berupaya menolerir keadaan yang sudah kaku. Betapa tidak menyenangkannya berada di kondisi demikian.

Yang jelas, novel ini juga terlalu terburu-buru. Saya bahkan sulit menentukan apa yang berkesan dari novel ini, bukan karena banyak pilihan, melainkan karena saya tidak menemukan dimana. Biar demikian, saya apresiasi karena penulis sukses menyelesaikan kedua novel hingga dipinang penerbit. Semoga sedikit ulasan ini bisa memberikan pelajaran agar di karya selanjutnya menjadi lebih baik.

[Resensi] Hai, Conchita - Marthino Andries


Judul: Hai, Conchita!
Penulis: Marthino Andries
Penyunting: Shara Yosevina
Penerbit: Bhuana Ilmu Populer
Terbit: Februari 2018
Tebal buku: 120 halaman
ISBN: 9786024553869
Harga: Rp38.000

Novel Hai, Conchita! jadi pengalaman kedua saya membaca karya Marthino. Sebelumnya, saya sudah membaca novelnya yang bertajuk A Love Song From Bunaken. Menurut saya, kedua novel ini punya kesamaan dari cara penulis bercerita. Fresh, muda, dan penuh komedi. Kesan ini muncul lantaran tokoh yang dipakai penulis adalah murid SMA, sehingga penulis menceritakan dengan diksi-diksi kekinian dan lincah seperti aura remaja itu sendiri.


Kali ini kita akan berkenalan dengan sosok Conchita Velasquez, atau biasa dipanggil Chita, murid SMA yang tomboi dan agresif. Awal cerita saja, kita akan disuguhkan aksi Chita membajak mobil Kopaja. Sebuah adegan yang tidak biasa tapi menarik sekali, sekaligus menegaskan karakter Chita yang tomboi, berani, dan aktif. Di adegan awal ini, kita pun akan berkenalan dengan tokoh cowok bernama Ivan Fernandez, seorang aktor sinetron muda, yang akan kita temui sepanjang babak berikutnya. Chita dan Ivan dihubungkan untuk menawarkan suasana roman, tapi saya kasih bocoran dulu, menariknya novel ini bukan pada kisah cinta-cintaannya.

Konflik pertama, perjalanan Chita menjadi aktris sinetron. Bagian ini Marthino mengingatkan pentingnya orang tua untuk membatasi anak dengan kesibukan barunya jadi aktris karena si anak masih bergelar murid sekolah. Orang tua Chita tidak melarang anaknya jadi selebriti tapi kekhawatiran sebagai orang tua, mereka membatasi Chita dengan memberi kelonggaran Chita membintangi sinetron sebanyak enam episode. Solusi menarik, karena di sini orang tua Chita tidak digambarkan sebagai sosok yang kejam, marah, dan diktator, melainkan berada di pihak yang mampu menengahi kemauan anak dan orang tua. Konflik kedua, kisah percintaan Chita dengan Ivan. Saya ragu menyebutnya sebagai konflik sebab porsi roman mereka sangat sedikit. Berkutat pada bagaimana Chita menebak perhatian Ivan, tapi dia susah membedakan apakah Ivan serius atau tidak. Apalagi ketika dia mengetahui jika Ivan ini bersikap manis juga dengan gadis lain. Karena pembawaan Chita yang tomboi, kebingungan Chita tidak menyeretnya pada perasaan galau khas kids zaman now.

Selain kedua konflik tadi, kalian harus tahu jika novel ini membuka cara pandang manusiawi dalam memperlakukan asisten rumah tangga. Diwakilkan tokoh Bi Ijah, keluarga Chita menilai jika peran asisten rumah tangga bukan sekadar melakukan pekerjaan rumah. Melainkan sebagai teman dan sebagai keluarga. Peran mereka memberikan kontribusi besar dan sebutan ‘pembantu’ rasanya kurang layak disematkan mengingat jasa besar mereka, walau maknanya sama. Menghormati mereka bisa dimulai dengan memberikan sebutan yang hormat dan terpuji. Dan prinsip ini bisa juga diaplikasikan dalam berbagai dinamika kehidupan.

Novel ini juga menyinggung mengenai cara penggunaan gawai. Fakta jika gawai menjadi barang yang sama pentingnya dengan makan dan minum, Marthino mengingatkan batasan yang seharusnya dipakai oleh pengguna. Jika gawai saja sudah smart, sudah semestinya penggunanya juga smart. Yang dianggap penting menurut novel ini adalah bagaimana kita menjadi pengguna gawai yang arif dan bijaksana. “Banyak manfaat penggunaan ponsel selama dia mampu menggunakannya secara arif dan bijaksana” (hal.13). Konsep penulisan juga ternyata berubah ketika peran gawai disisipkan dalam cerita. Bukan bentuk narasi yang memiliki banyak kalimat, melainkan bentuk unik cerita lainnya.


Pujian rasanya pas ditujukan kepada penulis untuk komedi yang digarapnya sehingga novel ini punya rasa renyah dan tentu saja berkat komedi tersebut saya bisa tersenyum membayangkan kekonyolan-kekonyolan yang ‘kok bisa begitu ya?’. Selain Chita, tokoh Bi Ijah juga menggelitik. Kepolosan khas perempuan dewasa yang sepertinya hanya lulusan SD, menambah semarak kisahnya dengan celetukkan dan gelagat yang mengejutkan. Berbeda dengan komedinya, saya tidak suka dengan kovernya yang warna backround-nya putih, plus warna tulisan judulnya yang merah-muda-sangat-pucat sehingga susah dilihatnya. Hanya saya tidak tahu yang resmi yang mana soalnya kover putih ini yang versi di Gramedia Digital, sedangkan versi Goodreads warnanya merah (atau pink?).

Terus, saya kira novel ini terlalu nge-gas untuk berakhir padahal bisa diulik lebih banyak. Rasanya kurang puas saja menikmati novel yang hanya punya halaman kurang dari dua ratus ini. Jadi, saya pun memberikan nilai 3/5 untuk pasangan Chita dan Ivan, juga saya doakan semoga Bi Ijah dan Bang Tarjo langgeng pernikahannya.

Gambar diunduh dari:
https://kabarpenumpang.com/rute-jauh-ongkos-murah-inilah-si-hijau-putih-kopaja/

[Resensi] A Love Song From Bunaken - Marthino Andries


 Judul: A Love Song From Bunaken
Penulis: Marthino Andries
Penyunting: Shara Yosevina
Penerbit: Bhuana Ilmu Populer
Cetakan: Maret 2018
Tebal buku: 180 halaman
ISBN: 9786024553753
Harga: Rp 48.000 (via bukabuku.com)

Pertama yang kalian perlu tahu sebelum membaca novel ini adalah label di belakangnya: novel ini dilabeli untuk usia tiga belas tahun ke atas (U13+) dan ber-genre romance comedy. Pentingnya mengetahui fakta ini agar kalian punya harapan yang terukur saat mulai membacanya. Tentu saja label tadi menunjukkan karakter novel ini secara keseluruhan. Label umur misalnya, kalian akan bertemu tokoh utama yang usianya belia. Di sini kita akan berkenalan dengan cowok dan cewek kelas dua SMA bernama Adrianus Dion dan Dessy Murni. Mereka sekelas tapi tidak akrab. Pasalnya, Adri yang berasal dari Pulau Bunaken yang kemudian merantau ke Jakarta demi bisa sekolah di tempat yang bagus, terlanjur dicap bopung alias bocah kampung. Kerap juga dia dipanggil Tarzan ketika diolok-olok oleh Arjun, pacarnya Dessy. Sehingga butuh waktu lama buat Adri menyesuaikan diri walau hasil akhirnya tidak seperti kisah upik abu, yang mendadak dilimpahi keberuntungan besar. Label umur pun mempengaruhi konflik yang disajikan penulis. Dan karena lebih banyak mengambil latar di sekolah, novel ini pun punya konflik seputar kehidupan murid. Sebut saja, adaptasi murid baru, kompetisi cinta monyet, dan yang paling banyak dibahas tentu saja kasus perundungan baik secara verbal maupun tindakan.

Berbicara tentang konflik perundungan, penulis seolah ingin menyampaikan cara menghadapi dan bertahan dari tindakan perundungan tanpa bantuan pihak luar. Adri mencontohkan dengan berprinsip kenakalan tidak boleh dibalas kenakalan. Melainkan dia tunjukkan dengan kebaikan-kebaikan yang sudah menjadi nilai hidupnya yang dia bawa dari didikan ibunya sewaktu di Pulau Bunaken. Apakah boleh melawan jika dirasa perundungannya keterlaluan? Penulis membolehkan melakukannya tapi dengan syarat kontrol kesadaran dan emosi sehingga perlawanan itu tepat sasaran dan tidak menimbulkan efek buruk lainnya.

Novel ini juga menyentuh banyak dinamika masalah yang ada di seputar remaja. Tentang pencarian jadi diri remaja yang kerap mengabaikan keluarga karena memilih lebih eksis dengan teman sekolah, tentang persaingan sesama teman sekolah yang imbasnya melakukan cara apa pun tanpa mengindahkan caranya salah atau benar, tentang penggunaan narkoba di kalangan remaja, dan yang membuat saya kaget, novel ini juga membahas sisi gelap pergaulan bebas remaja yang sampai ke ranah seksualitas.

Label Romance Comedy pun tepat disematkan di novel ini sebab kita bakal diajak ketawa mengikuti kisah Adri dan Dessy yang menghibur. Perbedaan karakter antara Adri yang kampungan dan Dessy yang anak kota, dengan sangat baik diolah penulis menjadi humor lewat sindiran atas kesenjangan ekonomi, miskomunikasi atas penggunaan bahasa daerah, dan tentu saja adu gengsi untuk mengaku saling suka. Untuk humornya, penulis konsisten menjaga tone-nya sampai babak akhir dan cara ini tentu saja berhasil menciptakan rasa bahagia terhibur sepanjang proses membacanya. Dan jangan khawatir, humor yang dihadirkan tidak mengaburkan format novel menjadi buku humor yang beredar di pasaran, melainkan masih pakai pakem format novel dalam bercerita.

Cerita romannya pun terasa manis dan pas kadarnya. Saya menyimpulkan demikian karena melihat betapa kompleks muatan novel ini sehingga setiap unsurnya mendapatkan porsi masing-masing. Juga bukan tipe kisah roman yang kental dengan drama, melainkan roman segar khas anak SMA.Sehingga tarik-ulur perasaan yang dipendam oleh Adri dan Dessy semakin membuat saya gemas, sekaligus berharap penulis tidak menggiring ke drama yang super romantis. Dan harapan saya terkabul, sampai akhir cerita, Adri dan Dessy masih lucu.

Saya pun merasa harus mengatakan ketidaksukaan saya pada perkembangan karakter Adhi dan Dessy ketika usia mereka di angka dua puluh lima tahun. Perseteruan mereka di masa lalu yang belum selesai, masih membuntuti saat mereka bertemu kembali di pulau Bunaken. Dan cara keduanya tidak menyukai pertemuan itu ditampilkan dengan dialog dan tingkah yang sama persis seperti perseteruan mereka sewaktu SMA. Kekonyolan itu seharusnya berubah drastis menjadi reaksi yang dewasa dan elegan. Pengaruhnya adalah saya tidak bisa membayangkan tokoh Adri dan Dessy dalam sosok dewasanya, atau katakan saja imajinasi saya terjebak di sosok remaja mereka.



Selain perkembangan karakter yang disayangkan, saya pun merasa jika latar Pulau Bunaken dan unsur tradisional yang dimiliki tidak digali dengan aduhai. Semua dinyatakan dalam narasi berupa informasi semata. Misal, fakta Pulau Bunaken dan suasananya, juga macam-macam menu khas Bunaken. Padahal secara foto yang saya intip di google, lingkungan Pulau Bunaken begitu indah.Setidaknya, menurut saya, keberhasilan membawa latar ke cerita, bisa diukur dari tergugah atau tidaknya pembaca untuk pergi ke lokasi.

Saya juga mengapresiasi kover novelnya yang kece. Perpaduan warna yang beragam (warna-warni) dalam ilustrasi gabungan simbol-simbol penting dalam kisahnya, tidak membuat mata jadi pusing. Simbol-simbol yang saya maksud adalah pantai, karang laut, senar gitar, pohon kelapa, dan dua sosok laki-laki dan perempuan yang mewakili Adri dan Dessy. Jadi, akhirnya saya memberikan nilai 4/5 untuk humor segar antara Adri dan Dessy.

Gambar diunduh dari:
http://www.gocelebes.com/taman-laut-nasional-bunaken/

3 Alasan Penting Menulis Resensi Buku

Entah angin apa yang membuat saya memutuskan ikut serta di giveaway yang digagas Erick Paramata di blognya: eparamata.com Namun, saya melihat semangat saya itu sebagai ajang menantang diri untuk belajar menulis dengan lebih baik.


Yakin nggak ngiler sama hadiah bukunya? Saya pengenlah sama hadiahnya. Buku Raditya Dika yang paling baru dengan tajuk Ubur-Ubur Lembur adalah hadiah yang bakal dikasih sama si penyelenggara. Walau pun saya sudah baca versi ebook, saya nggak nolak nerima hadiah fisiknya. Rakus amat lu! Eits! Asal tahu saja meminjamkan buku ke orang lain itu amal juga. Saya suka sekali meminjamkan buku ke rekan kerja atau ke adik saya yang masih SMP. Nggak mungkin kan saya meminjamkan buku berupa ebook, itu sama aja minjemin ponselnya.

Jadi, tantangan giveaway ini adalah membuat artikel dengan tema "Ceritakan alasan kenapa yang kamu tulis di blog itu penting." Saya sampai putar otak untuk mengerucutkan maksud yang ingin saya ceritakan dan harus punya kaitan dengan temanya. Berat juga, mengingat saya belum pernah memikirkan sebelumnya alasan kenapa saya mau repot-repot menulis resensi buku dan mengemasnya dengan semenarik mungkin. Setelah merenung beberapa saat, saya pun merumuskan alasan saya menganggap penting resensi buku yang saya tulis di blog ini, dalam tiga alasan.


Alasan 1: Saya suka baca buku dan saya punya hak penuh tahu perasaan saya ketika membaca satu judul buku. Semacam jurnal, blog ini bakal jadi rekam jejak buku apa saja yang sudah saya baca. Pastinya dengan bocoran perasaan apa yang saya rasakan saat itu, dan apa yang saya tangkap dari kisahnya. Bukan sepuluh buku yang sudah saya baca, tapi banyak, dan kemampuan otak saya mengenali kenangan membaca buku tidak sehebat kalian (mungkin). Makanya, penting-penting-penting-penting menulis resensi buku agar kelak di umur saya yang ke berapa, bisa membaca hasil ulasan tadi dan mengingat beberapa kenangan yang menyertainya. Kenangan yang bagaimana yang dimaksud? Satu judul buku nggak hanya punya cerita yang ditulis penulisnya, tetapi ada cerita lain yang langsung terkoneksi dengan pembaca. Seperti cerita bagaimana punya buku itu, cerita alasan mau beli buku itu, cerita jatuh-bangun menyelesaikan membacanya lantaran dibarengi momen besar dalam hidup, dan tentunya masih banyak cerita lainnya yang dialami pembaca, utamanya saya. Semua kenangan itu tak penting buat kalian, tapi SANGAT PENTING buat saya.

Alasan 2: Resensi buku itu hasil latihan menulis, dan latihan itu langkah mewujudkan mimpi untuk menulis cerita sendiri. Bukannya banyak sekali penulis yang sudah lebih dulu berkarya memberikan nasihat kepada calon penulis untuk jangan berhenti latihan menulis. Dan resensi buku yang saya bikin juga dasar dari nasihat itu. Saya menuliskan ulasan buku karena sedang latihan menulis sekaligus belajar membedah karya orang lain. Semakin banyak membaca karya penulis lain dan membedahnya lewat ulasan, seperti sedang mengisi amunisi untuk karya sendiri kelak. Jelas, alasan kedua ini pun membuat resensi buku yang saya tulis punya label penting. Penting juga buat kalian untuk membaca ulasan buku yang saya buat dalam rangka mengenal karya penulis yang sudah terbit, dan silakan dikomentari buat perbaikkan.


Alasan 3: Resensi buku di blog jadi tanda saya eksis selaku manusia introvert. Kepala saya terlalu penuh dengan keraguan dan pikiran antara harus begini-begitu, yang ujung-ujungnya membuat saya lebih banyak mengurungkan kehendak. Buat orang sekitar, mereka nggak lihat apa aktifitas menarik yang saya lakukan. Membaca buku adalah kegiatan yang tenang dan diam. Dan ini pula yang membuat peran dan posisi saya tambah tenggelam di antara rekan kerja dan lingkungan sekitar. Namun, menulis resensi di blog membuat saya eksis bagi beberapa orang. Walaupun orang tersebut tidak menjumpai langsung. Setidaknya saya bersyukur ketika ada yang membaca ulasan buku saya, apalagi sampai berkomentar, artinya masih ada yang memperhatikan kalau sosok saya itu ada.

Nah, itu alasan kenapa resensi buku yang saya tulis di blog ini penting. Kesimpulannya, isi blog saya itu mewakili sejarah, proses, dan pengakuan. Saya kira banyak di antara blogger yang alasannya serupa. Dan silakan sharing di kolom komentar ya.

Demikian tulisan ini saya buat untuk sharing dan sebagai syarat ikut syarat giveaway:

https://eparamata.com/2018/02/22/review-giveaway-ubur-ubur-lembur-raditya-dika/

Gambar diunduh dari: https://www.behance.net/gallery/62689895/UNE-HISTOIRE

[Resensi] Ubur-Ubur Lembur - Raditya Dika


Judul: Ubur-Ubur Lembur
Penulis: Raditya Dika
Editor: Windy Ariestanty
Penerbit: GagasMedia
Cetakan: Pertama, 2018
Tebal buku: viii + 232 halaman
ISBN: 9789797809157
Harga: Rp66.000 

Ada yang tidak tahu sosok Raditya Dika? Keterlaluan. Saya jelaskan sedikit, beliau ini cowok tulen bertubuh pendek (katanya sering diejek demikian) tapi dia multitalenta. Seperti pandangannya tentang profesi yang ia geluti dan ia tuturkan di bab Ubur-Ubur Lembur, Raditya Dika berangkat dari seorang blogger di blog kambingjantan.com dan tidak mau berhenti sampai di situ. Seperti profesi formal lainnya ada istilahnya naik jabatan. Namun, menjadi blogger tidak ada istilah naik jabatan. Sifatnya bukan vertikal, dan Dika sadar jika blogger hanya punya jalan mengembangkan karier secara horizontal, seperti menjadi penulis buku, penulis naskah, sutradara atas naskahnya, dan paling berani menjadi bintang film untuk naskah yang ditulis dan dia sutradarai (terkesan rakus, memang).

Perkenalan saya dengan buku Dika dimulai tahun 2015 dengan membaca dua buku sekaligus; Marmut Merah Jambu dan Koala Kumal (saya sempat meresensi di blog lama: bukuguebaca.blogspot.com). Lalu, buku terbarunya tahun 2018 ini berjudul Ubur-Ubur Lembur pun saya lahap karena saya tahu bagaimana kocak dan serunya kisah-kisah yang disajikan Dika. Masih dengan konsep sama, memadukan komedi dan kisah pribadi, Dika mencoba memberikan hiburan untuk pembacanya. Apakah kisah pribadinya penting? Pertanyaan yang seharusnya tidak ditanyakan jika kalian membaca Prakata terlebih dahulu. Dika mendapatkan pencerahan ketika bertemu komedian Australia saat ia menghadiri Ubud Writters & Readers Festival di Bali, “Gue baru sadar, dengan membicarakan hal yang penting, gue bisa kembali menulis dengan lancar karena gue merasa apa yang gue tulis ini harus dibaca oleh orang banyak.” Intinya, siapa pun engkau saat ini, jika menganggap dirimu sama pentingnya, apa yang kau lakukan akan menjadi penting, di luar dari penilaian orang lain. Nilai penting ini yang kemudian bakal menggerakkan kita melakukan lebih banyak dari yang bisa kita lakukan.

Di Ubur-Ubur Lembur, Dika menghidangkan 14 kisah pribadi dengan rasa yang beraneka. Saya pilihkan tiga terbaik dan berkesan versi saya; Di Bawah Mendung Yang Sama, Tempat Shooting Horor, dan Ubur-Ubur Lembur. Apakah yang lainnya tidak menarik? Bukan, melainkan bakal jadi panjang ceritanya di ulasan kali ini. Kalian siap baca ulasan yang panjang banget lebih dari ini?

Kisah bertajuk Di Bawah Mendung Yang Sama memiliki rasa cerita yang mengharu dan condong ke sedih. Dika menceritakan sahabat India-nya (Avirbhav ‘Kathu’) yang tinggal di dekat rumah. Sahabatan sejak kecil yang pertemuannya disaksikan hujan, berpisah ketika kelulusan SD dengan drama di bianglala Dufan, lalu setelah mereka dewasa akhirnya ketemu kembali di Jakarta. Pertemuan kedua kali ini punya cerita bagi keduanya, mengingat keduanya sama-sama sudah dewasa yang dalam obrolan dan reaksi pun bukan sekadar ‘main-main’. Kata ‘brother’ yang berarti saudara tidak sebatas kata yang lancar dilafalkan, melainkan Dika tunjukkan dengan menjadi sahabat terbaik dalam menerima Kathu kembali di Indonesia. Banyak cara yang dilakukannya untuk membuktikan itu semua. Sampai pada akhirnya Kathu harus kembali ke India, ikatan perasaan mereka bukan lagi seperti pertemanan antara orang Indonesia dan orang India, melainkan sudah berubah menjadi ikatan keluarga. Perpisahan kali ini pun sama beratnya bagi keduanya namun kehidupan masing-masing harus terus melaju, dan lagi-lagi disaksikan hujan.


Lalu, saya merasa ikut merasa takut tatkala membaca pengalaman Dika melakukan syuting untuk film Hangout (tahun 2017). Dia yang pada awalnya tidak percaya hal mistis (semua ada penjelasan logisnya) meski beberapa kali diceritakan kejadian janggal yang dialami kru lain selama syuting (pada bagian ini terkesan si Dika ini sombong banget sama hantunya), akhirnya dia kena tulah sendiri, digangguin mahluk tak kasat mata. Dan sewaktu berakhir Dika benar-benar melihat sosok anak kecil berwarna putih di semak-semak, saya malah pengen teriak, “Syukurin Lu!!!!”

Lain juga suasana kisah yang diberi tajuk Ubur-Ubur Lembur. Pada bagian ini pembahasan menjadi serius dan intim. Lho? Sebab Dika seakan curhat mengenai kehidupan dewasanya terkait karir yang digeluti. Dika ternyata lulus jurusan finance di Adelaide University dan sempat bekerja di perusahan media. Dia juga pengalaman ‘telak’ sewaktu menjadi orang baru di tempat kerja, dan pengalaman ini menyadarkan tentang makna bekerja di-bos-in orang. Dika pun memutuskan untuk membukukan tulisan di blognya dan karyanya itu dipinang penerbit GagasMedia.

“Gue melihat orang yang bekerja kantoran tapi nggak sesuai dengan minat mereka itu seperti seekor ubur-ubur lembur. Lemah, lunglai, hanya hidup mengikuti arus. Lembur sampai malam, tapi nggak bahagia. Nggak menemukan sesuatu yang membuat hidup mereka punya arti.” (hal. 226)

Ubur-Ubur Lembur menjadi catatan Dika yang pembahasannya lebih dewasa. Dari kacamata dia, hal yang terjadi dan ia alami punya makna dan hikmah. Saya akhirnya menyimpulkan (entah salah atau benar) jika pikiran anak-anak penuh kemurnian dan kepolosan, sedangkan pikiran dewasa penuh keluasan dan kebijaksanaan (seharusnya begitu). Dengan menuliskan sama saja mengingat kembali, dan dengan mengingat kembali kita seperti membaca ilmu dari ingatan kita. Wajarlah jika kita banyak merenung maka kebijaksanaan kita pun bertambah (semoga).

Saya termasuk pembaca yang belum tahu alasan Dika memilih judul buku-bukunya dengan kata jenis hewan. Sebut saja Kambing Jantan, Cinta Brontosaurus, Babi Ngesot, Marmut Merah Jambu, Manusia Setengah Salmon, Koala Kumal, dan buku terbarunya Ubur-Ubur Lembur. Apakah karena unyu? Atau karena ia penyukai binatang? Ada yang tahu alasannya?


Sejauh saya membaca buku Ubur-Ubur Lembur, saya kagum sama sosok Dika. Terlepas dari multitalenta yang dimiliki dan ia kembangkan hingga pantaslah dirinya digolongkan sebagai orang sukses dengan kehidupan dan pilihannya, saya mengakui jika Dika juga manusia biasa yang punya pengalaman beragam, susah-senang, bahagia-kecewa, berharap-tak terpenuhi, mencintai-jarang dicintai (uhk!). Namun, sebagai manusia biasa, Dika sudah membuktikan dirinya bisa menjadi gemilang berkat kerja keras. Lalu, saat ini mari kita pun berkaca, kita sama seperti manusia lainnya, dan bukan tidak mungkin kita pun bisa menggapai bintang yang kita mau.

Akhirnya, saya memberikan nilai 4/5 untuk buku yang bikin pembaca merasakan campur-aduk perasaan.

[Resensi] Resign! - Almira Bastari


Judul: Resign!
Penulis: Almira Bastari
Editor: Claudia Von Nasution
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: Ketiga, Februari 2018
Tebal buku: 288 halaman
ISBN: 9786020380711
Harga: Rp68.000 


Mau mengundurkan diri saja kok ujiannya banyak (hal. 40)

Kalimat di atas bisa dikatakan inti dari cerita Resign yang dikemas oleh Alvira Bastari dengan menggabungkan cerita komedi dan cerita roman. Tigran Putra Pramudiwirja (34) adalah sosok manajer di kantor konsultan yang menyeramkan bagi bawahannya. Selain omogannya yang suka nyeblak, dia juga gemar marah, egois, dan kelewat perfeksionis. Bawahan yang jadi korbannya adalah Andre, Karenina, Alranita, Carlo, dan yang bergabung paling akhir, Sandra.

Tempat kerja dengan gaji yang cukup tidak serta merta membuat para kacung kampret (cungpret) merasa betah. Dengan mempunyai atasan yang menyebalkan, mereka sepakat melakukan taruhan siapa yang paling terakhir resign harus mentraktir makan di tempat mahal. Masalahnya, si Tigran ini selalu bisa menggagalkan usaha-usaha para cungpret melakukan interview, negosiasi letter of offer, dan usaha lainnya supaya bisa segera resign. Lalu, bagaimana nasib taruhan mereka dan siapa pula yang akhirnya jadi yang terakhir resign?

Membaca novel Resign memberikan hiburan khas karyawan. Berkutat dengan deadline pekerjaan, pengajuan cuti, interaksi sesama karyawan, dan tentu saja menghadapi si bos yang galak. Bastari sukses menyajikan kesemuanya dengan gaya bercerita yang tidak bertele-tele, juga deskripsi dunia konsultan yang mumpuni. Sehingga pembaca mudah sekali masuk ke cerita dan membayangkan jadi penonton di tengah-tengah para cungpret. Tidak salah jika novel ini masuk lini metropop karena kisahnya jakarta-an sekali.

Ritme kerja di Jakarta berbeda dengan daerah lain. Faktor lingkungan mempengaruhi paling besar. Misalkan, jam kerja yang lebih panjang akibat tambahan lembur karena bisnis Jakarta harus cepat. Dan saya juga menyoroti kehidupan karyawan di sana, yang menanggalkan haha-hihi bersama teman demi deadline pekerjaan. Imbasnya, lingkungan karyawan menjadi sempit; rumah, kantor, dan bioskop. Yup, di novel resign ini membuka rahasia soal hiburan buat karyawan yang biasa pulang larut, menonton bioskop. Selain hiburan, juga alternatif menghindari jalan macet pada jam pulang kerja.

Karena latarnya kantor, novel ini pun menyindir situasi dalam dunia kantor. Misalkan, perlunya fokus ketika lembur agar pekerjaan segera selesai, atau soal kebiasaan karyawan yang gemar bergosip ketika jam kerja. Banyak juga nasihat tak langsung untuk pekerja seperti pentingnya dedikasi, pentingnya memberikan hasil kerja yang baik, dan ada banyak lagi. Intinya novel ini berbobot dan pas dibaca karyawan. Selain jadi hiburan, juga jadi renungan.

Sisi roman di novel ini bakal bikin pembaca gemas dan senyum-senyum sendiri. Tigran yang galak suka sekali bikin Rara emosi. Sebenarnya yang salah hanya soal penyampaian Tigran yang kurang baik. Namun, Tigran merasa benar dan ia akan menulikan telinga ketika ditentang bawahannya. Ini hanya percikan-percikan asmara yang kemudian mengerucut pada kesadaran, "apakah ini cinta?". Karena keduanya enggan terus terang, keduanya malah lebih sering berseteru. Saya hampir tidak suka ketika cerita digiring ke suasana roman yang kental, saya belum rela perseteruan itu dituntaskan begitu saja, dan itu tidak terjadi. Komedi plus roman masih berlangsung sampai akhir cerita dan kalian akan merasa senang karena sudah membaca cerita yang nggak hanya bikin fresh, tapi juga memotivasi.

Novel Resign ini seperti jadi perwakilan dari banyak situasi menjadi karyawan. Suka-duka, susah-senang, dibahas dengan ringan dan disematkan kepada tokoh-tokoh yang sangat hidup. Terjawab juga jika cerita di sini bukan cerita yang diangkat dari kisah nyata. Kalau pun terasa nyata, berkat penulis yang mengangkat dunia pekerjaan yang digelutinya. Sehingga penulis berhasil membangun cerita di kantor konsultan secara bulat.

Akhirnya, saya memberikan nilai 5/5 untuk dedikasi Alranita sebagai cungpret di bawah bimbingan bos Tigran yang mengerikan.


*****

Manusia tidak suka bekerja-, tapi manusia selalu menghabiskan empat belas jam untuk bekerja (hal. 6).

Kategori experienced itu untuk yang sudah bekerja lima tahun (hal. 8).

"Lo jangan kebanyakan lembur kali, Ra. Kapan punya pacarnya?" (hal. 13).

Lembur itu mindset. Kalo ngerjainnya fokus, kamu cuma perlu waktu sebentar kok (hal. 28).

Selalu selangkah lebih maju (hal. 32).

Lembur itu jangan maraton seperti sinetron (hal. 39).

Nggak semua itu bisa dinilai dengan uang (hal. 62).

Namun yang namanya anak buah, sebebal apa pun tetap manusia, yang punya batas sabarnya sendiri jika terus-terusan tersakiti (hal. 63).

Karena orang cuma bisa lihat tampak luarnya saja (hal. 72)

Kita itu harus mengeksplorasi dunia (hal. 76).

Sangat menyebalkan ketika orang yang seharusnya dibantu malah bersikap tidak ingin dibantu (hal. 172).

Seburuk-buruknya dimarahi, lebih menyakitkan kalau dianggap tidak bisa membereskan hal sepele (hal. 173).

Kalo lo lagi kerja, ya kerja yang benar. Lagi nggak disuruh kerja, ya nggak usah sok kerajinan. Nanti disuruh kerja under pressure, malah ngeluh! (hal. 187).

Menang dalam hidup adalah ketika aku bisa menemukan sebuah humor dalam setiap situasi (hal. 241).

Masih muda mah digas saja (hal. 246).

Nggak selamanya bola itu mundur, Ra. Begitu juga dengan masa muda (hal. 247).

Dedikasi dalam pekerjaan itu penting. Best effort saja tidak cukup (hal. 277).