[Resensi] Melankolia Ninna - Robin Wijaya


Judul: Melankolia Ninna
Penulis: Robin Wijaya
Penyunting: Jia Effendie
Penerbit: PT Falcon
Terbit: Cetakan Pertama, Desember 2016
Tebal: 234 hlm
ISBN: 9786026051417

Saat series Blue Valley ini diluncurkan, saya tertarik untuk memiliki bukunya. Series ini terdiri dari lima buku yang mengisahkan lima rumah di perumahan Blue Valley dan ditulis oleh penulis-penulis terkenal di Indonesia. Gaung series ini pun membuat saya ikut tantangan menulis yang diselenggarakan oleh Mbak Jia Effendi di blognya. Waktu itu saya menulis cerita pendek dengan tajukAku Khilaf, Ibu”. Sayang sekali, saat itu saya belum beruntung.

Dasarnya harus berjodoh dengan series ini, di awal tahun saya akhirnya bisa memborong kelima judul series Blue Valley dalam obralan. Saya sangat bersyukur sekali karena kesempatan untuk membacanya terkabul. Lalu, buku bersampul biru ini menjadi buku pembuka saya berkenalan dengan kisah orang-orang yang tinggal di perumahan Blue Valley.

Buku Melankolia Ninna ini dibuka dengan adegan kepulangan Ninna bersama suaminya, Gamal, dari rumah sakit setelah menjalani operasi pengangkatan rahim. Operasi ini menjadi momen penghilangan harapan bagi Gamal dan Ninna untuk mempunyai anak.

Cerita di buku ini berkutat tentang perasaan suami dan istri yang harus menerima kenyataan mereka tidak akan punya anak. Ninna menjadi perempuan yang paling terluka karena dia sadar betul kehadiran anak merupakan pelengkap sempurna untuk sebuah keluarga. Dia akhirnya merasa tidak percaya diri sebagai istri karena tidak bisa memberikan anak bagi suami dan keluarga besar mereka.

Lain lagi dengan Gamal sebagai suami yang begitu mencintai istrinya, dia mesti menahan luka kehilangan yang dirasakan demi menjaga emosi sang istri. Pembicaraan soal anak selalu dihindarinya. Dan dia berjuang keras untuk memberikan lebih banyak waktu agar istrinya bisa melewati masa berduka.

Bagaimana Gamal dan Ninna melanjutkan pernikahan mereka di tengah konflik pasca operasi pengangkatan rahim? 

Saya menyukai cerita Melankolia Ninna ini karena mengulik kehidupan usia dewasa, pernikahan, dan keluarga. Banyak hal positif yang bisa diambil setelah membacanya. Misalkan, untuk selalu berkomunikasi ketika bersitegang, untuk menjaga ucapan ketika emosi mendominasi, bahkan untuk tetap memegang prinsip menjaga hati pasangan ketika hubungan sedang didera badai.

Diksi yang dipilih penulis tidak bertele-tele sehingga membuat saya nyaman memahami jalan cerita. Bagaimana membangun emosi melalui diski juga sudah sangat baik. Kecuali untuk adegan emosional yang masih belum membuat saya greget ikut tersulut. Sebab di sini saya tidak menemukan adegan fisik atau ucapan sarkas, padahal konflik yang dihadapi suami istri ini sebenarnya sangat bisa membuat naik pitam. Sehingga rasa emosi yang ditimbulkan masih skala standar.

Untuk sisi haru, saya temui di beberapa tempat dalam buku ini. Terutama ketika adegan puncak Gamal dan Ninna di kamar setelah keduanya melihat baby crib dan berlanjut ke kamar. Di kamar, Ninna menunjukkan pakaian bayi yang ia sembunyikan di bawah tumpukan bajunya (hal.165).

“Itu caramu mengenang harapan kita, Nin. Aku enggak mau merebutnya dari kamu.”
“Tapi kamu ingin kita melangkah, kan, Gamal?”
“Kamu yakin kita bisa melupakan semuanya?”
Ninna menggeleng lemah.
“Dan aku juga enggak bisa terus-menerus berpura-pura kuat di depan kamu. Ada kalanya, aku juga merasakan luka yang sama seperti kamu. Bahkan bisa jadi lebih dalam.”

Selain ide cerita yang menarik, saya juga salut dengan penokohan yang dihadirkan penulis. Terutama Gamal dan Ninna. Gamal adalah pria dewasa yang kalem, tipe perencana, bisa romantis, dan penyayang. Walau ada saatnya dia memutuskan keputusan yang kurang tepat, tapi selalu ada pertimbangan kenapa memilih demikian. Sedangkan Ninna adalah perempuan yang penurut suami, perempuan yang detail, sensitif, bijak, penimbang, dan kuat. Walau ada saatnya dia berubah jadi rapuh tapi itu bisa dimaklumi mengingat keadaan yang sedang dihadapinya.

Keseluruhan cerita dalam buku Melankolia Ninna ini membawa pesan untuk berhati-hati dalam membuat keputusan ketika sudah berumah tangga. Apalagi jika sedang ada masalah. Sebab jika keliru melihat masalah, bukan tidak mungkin akan melahirkan keputusan salah dan terburu-buru yang justru merugikan keluarga. Keputusan dalam berumah tangga bukan keputusan yang sederhana. Sekalinya salah, akan sulit diperbaiki.

Buku ini sangat cocok dibaca oleh siapa pun. Isi ceritanya memiliki banyak pesan untuk banyak situasi dalam ranah rumah tangga atau lingkungan kedewasaan. Akhirnya, untuk kisah konflik antara Gamal, Ninna dan kenyataan menyakitkan, saya memberikan rating 4/5.


*****
Terkadang, kesempatanlah yang membuat kita melakukan hal baik dan buruk. (hal.41)

Dan ketika kita melanggar prinsip yang sudah kita buat sendiri, rasanya kok kayak munafik banget. (hal.69)

Tinggal di mana pun menurut gue, yang terpenting adalah bisa bersosialisasi dengan baik. (hal.73)

2 komentar:

  1. kayanya lumayan menarik ya ceritanya berdasarkan review

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menarik hehehe. Cerita yang bahas orang orang udah berkeluarga itu selalu menarik perhatian

      Hapus