[Resensi] Tangan Kelima; 1 Mobil, 4 Nama, 5 Misteri - Christian Armantyo


Judul buku: Tangan Kelima; 1 Mobil, 4 Nama, 5 Misteri
Penulis: Christian Armantyo
Penyunting: Muthia Esfand
Proof reader: Tim Redaksi Visimedia
Pendesain sampul & penata letak: Nuruli Khotimah
Penerbit: Visimedia
Terbit: Mei 2013
Ukuran buku: x + 366 hlm; 130 x 200 mm
ISBN: 979065183X

“... Ia juga selalu berkata kalau Pak Rantau punya kebiasaan menganalisis dengan sangat rumit. Sampai-sampai hal yang sebenarnya mudah ditebak dan sederhana, menjadi spekulasi yang luar biasa....” [357]

Orang dengan kemampuan analisis yang hebat, kerap membuat yang sederhana menjadi rumit. Rantau, baru lulus jurusan arkeolog, mengalami kejadian itu. Dua bulan setelah ayahnya meninggal, Rantau memulai spekulasi atas ditemukannya mobil Mercedes Benz SL klasik di gudang. Mobil yang mustahil dimiliki ayahnya. Terdapat juga sepatu baru warna merah. Dengan BPKB yang ada di laci mobil, Rantau mulai melakukan perjalanan bertemu 4 tangan pemilik mobil sebelumnya.

Di mata saya, Rantau itu terlalu cerdas berspekulasi terhadap manusia atau situasi. Mirip detektif Conan. Pengelihatan dan pikirannya sangat jeli. Petualangan bertemu keempat pemilik mobil sebelumnya- Elisabeth Mona, Rusdi, Joen Wong Long, Widodo- dimulai. Rantau pun berkenalan dengan Anna pada pencarian tangan keempat, yang kemudian menemaninya mencari tangan ketiga hingga tangan kedua. Pada pencarian tangan pertama, Rantau dan Anna berselisih.

Misteri yang coba ditawarkan penulis membuat saya tidak bosan mengikuti petulangan Rantau. Saya menilai penulis berhasil membawa teka-teki yang kemudian banyak dijelaskan ketika menjelang halaman-halaman terakhir. Dan pada separuh buku kedua, konflik mulai dibolak-balik dan diperuncing dengan adanya penemuan emas dan heroin di dalam mobil. Plotnya benar-benar disusun teratur dan rapi.

Untuk penggarapan karakternya, Rantau ini sangat nyata. Melalui narasi jalan pikiran dan dialog khas anak muda, sosoknya melekat dan mengesankan. Kekurangannya, ada bagian yang menyebutkan kalau Rantau ini orangnya pendiam. Namun, keseluruhan perannya, rasanya pernyataan itu cacat. Dan yang membuat sedikit berlebihan, Rantau pun dibuat sangat ‘terlalu elegan’ ketika berhadapan dengan orang yang lebih tua. Saya menemukan adegan dimana Rantau bisa memperdayai orang yang lebih tua bahkan Rantau menunjukkan sifat culasnya ketika egonya tersentil. Kehebatan Rantau menerka kemungkinan dan bernegosiasi membuat saya bertanya-tanya, mengingat ini adalah kasus pertamanya.

Sesungguhnya aku sudah tak kuat lagi melihat semua ini, tetapi aku terus menguatkan diriku untuk tega bertingkah keji. [159]

Daan Mogot, sahabat kuliah Rantau yang belum lulus, hadir membawa warna lain. Kadang konyol, kadang mood-an, tapi sahabat yang bisa diandalkan. Pengorbanannyan hingga kehilangan satu jari membuat saya terenyuh. Lain lagi dengan Anna, sosok perempuan yang memiliki porsi banyak dalam mengikuti petulangan Rantau, justru membawa kejutan tidak terduga. Elora, si pacar pun kemudian berperan sebagai malaikat setelah kekeliruan si arkeolog dalam menuntaskan kasusnya. Keberadaan bumbu persahabatan dan percintaan cukup mengena dan tidak membiaskan jalur utama novelnya; misteri.

Kover yang didominasi warna putih bercorak abu-abu dengan adanya gambar depan mobil, cukup menceritakan kisah di dalamnya. Yang membuat tidak sreg, blurb-nya terlalu memberi bocoran cerita. Sehingga rasa misteri itu sedikit berkurang karena blurb sudah mewakili cerita.

Penulis juga berhasil membuat cerita misteri dengan memadukan banyak fakta dan informasi, sehingga rasa novel ini jadi informatif dan intelektual. Pendapat saya pribadi, terlalu banyak detail untuk beberapa hal yang tidak ada hubungannya dengan fakta utama dan misteri utama. Dugaan saya, penulis ingin memberikan gambaran jelas narasi soal indra pembaca dan mungkin trik mengaburkan fakta dan misteri utama. Meski begitu, gaya menulisnya sangat baik dengan pilihan Plot maju dan POV orang pertama. Diksi cerdas dan tidak dibuat mendayu-dayu membuat pembaca hanyut seolah-olah menjadi Rantau.

Ending cerita dibuat dengan sangat apik. Beberapa kejutan muncul dan saya merasakan emosi yang dalam untuk penyelesaian kasusnya. Mobil, Anna, Rantau, mendiang ayahnya dan sepatu merah terhubung dengan rapi.

Novel ini bergenre misteri. Membawa fakta –fakta yang berhubungan dengan kondisi Indonesia tahun 60-an. Ceritanya menghipnotis dan saya rekomendasikan bagi pembaca yang suka genre ini dan bagi yang mau memperkaya bacaan. Novel ini perkenalan yang tidak mengecewakan buat saya. Penilaian saya sebagai pembaca biasa adalah 4 bintang dari 5 bintang.


4 komentar:

  1. Ada twist juga diendingnya ya? Aku baru tau ada novel ini, thanks utk rekomendasinya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya ada. Dan pokoknya pendapat saya terhadap buku ini menarik sekali.

      Hapus
  2. Wah. Salah satu yang Susah tuh bikin cerita horor

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul. Horor tuh perlu narasi kelam dan sebisa mungkin jangan terjebak pada narasi yang panjang-panjang.

      Hapus