[Resensi] Cahaya Mata - Agustina Ardhani Saroso; Cobalah Memaafkan dan Melupakan


Judul buku: Cahaya Mata
Penulis: Agustina Ardhani Saroso
Editor: Ariana
Desian cover: A'an
Layouter: Firi Raharjo
Pracetak: Endang
Penerbit: Berlian
Terbit: Desember 2013; cetakan pertama
Tebal buku: 144 halaman
Harga: Rp 30.000 (before discount, www.divapress-online.com)
ISBN: 9786022553885

Bercerita tentang apa novel Cahaya Mata?
Dua anak perempuan yang sudah bersahabat sejak kecil bertengkar ketika mereka study tour di Lembang. Pertengkaran itu membuat Dara terjatuh ke jurang sedalam 4 meter. Aira yang tidak sengaja mendorongnya, menyesal karena sudah membuat Dara menjadi buta. Aira memutuskan pindah dari Jakarta ke Malang, tinggal dengan tantenya. Kepindahan dalam rangka melarikan diri dari penyesalan yang kerap dirasakan. Sejak kecelakaan itu persahabatan Dara dan Aira terputus. Apakah persahabatan mereka akan kembali menyambung?

Apakah pesan yang dikandung novel Cahaya Mata?
Pesan yang disampaikan oleh penulis sudah sangat jelas tertulis di tagline novelnya; Cobalah memaafkan dan melupakan. Penulis menceritakan bagaimana proses memaafkan itu tidak mudah. Terutama bagi Dara, ia sulit melupakan kejadian naas hari itu hingga membuatnya buta. Ditambah untuk memaafkan Aira, pelakunya.

“Jika keterbatasan kamu dijadikan sebuah alasan untuk melakukan sesuatu, apakah adil jika hidupmu hanya membahas keterbatasanmu tanpa membahas keberhasilanmu?” [hal. 23]

Seperti apakah novel Cahaya Mata?
Novel Cahaya Mata menyasar pembaca remaja. Bisa dikatakan sebagai novel teenlit. Tema novel ini mengenai persahabatan dan keluarga. Setting yang digunakan lebih banyak di sekolah dan rumah. Sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang orang ketiga yang secara bergantian antara beberapa tokoh yang muncul. POV demikian berhasil menyentuh emosi saya pada beberapa bagian.

Kirey terus memperhatikan gerakan Aira yang kesulitan untuk menghitamkan lembar jawabannya. Sekali lagi, Kirey turun tangan. Ia pun dengan inisiatifnya sendiri menghampiri guru penjaga ujian dan memintanya membantu menghitamkan kertas jawaban untuk Aira setelah sebelumnya menjelaskan penyakit temannya itu.

Teman-teman lain yang melihat hal itu menjadi sangat sedih. Bahkan, ada beberapa dari mereka yang menangis. Namun Aira hanya tersenyum kepada mereka. Hatinya ingin sekali berbicara kepada mereka dan mengatakan bahwa ia baik-baik saja. [hal. 88]

Kelebihan novel ini tidak menampilkan adegan bully yang biasanya ditunjukkan terhadap karakter yang cacat. Penulis fokus memperlihatkan bagaimana indahnya persahabatan meski pernah mengalami pertengkaran dan kemarahan hebat.

Penulis juga berhasil membentuk karater yang hidup. Aira; gadis yang tegar, tidak mau merepotkan orang lain, lincah, berhati baik dan bertanggung jawab. Dara; gadis yang pemaaf. Karakter pendukungnya pun sangat membantu membentuk karakter utama lebih menonjol. Ada papa dan mamanya Aira yang sangat menyayangi dan membantu Aira ketika kesehatannya menurun. Ada papa dan mamanya Dara yang karena faktor sayang hingga sangat marah ketika kecelakaan itu terjadi. Ada Mbak Yuni, suster Aira, yang selalu siap membantu Aira yang mulai terbatas beraktifitas. Ada Kirey, sahabat baru Aira di Malang, yang begitu solid bersahabat meski sering dibuat repot oleh Aira.

Pembaca juga diberikan pengetahuan baru mengenai penyakit yang dialami Aira; Ataxia. Penyakit yang menyerang otak kecil dan tulang belakang dan menyebabkan gangguan pada syaraf motorik. Penderita akan kehilangan kendali terhadap syaraf-syaraf motoriknya secara bertahap dan makin lama kondisi fisiknya akan makin parah [sumber: wikipedia]

Selama membaca novel Cahaya Mata ini, saya juga menemukan beberapa kekeliruan editing:

Menghelta – seharusnya menghela; typo (hal. 45)
Akhir-akhir – seharusnya Akhir-akhir ini; bentuk kalimat kurang tepat (hal. 48)
Matahari hari pagi ini – seharusnya Matahari pagi ini; kalimat salah (hal. 60)

Menilai sampulnya, saya kurang menyukai dengan latar warna hitam. Mungkin pemilihan warna hitam tersebut untuk mempresentasikan mengenai kebutaan Dara. Pendapat saya, biar pun ada unsur cerita mengenai kebutaan, seharusnya pemilihan warna tidak segelap itu mengingat genre novelnya teenlit. Warna cerah seperti hijau, biru langit atau orange, dengan dipadukan gambar kartun kursi roda dan tongkat pemandu orang buta, akan lebih membuat kover novel ini memikat calon pembaca.

Terakhir, saya memberikan 3 bintang dari 5 bintang. Alasannya, cerita yang dituturkan penulis sangat sederhana dan menyentuh. Tidak terkesan dramatis, apalagi terkesan alay.

6 komentar:

  1. Cerita mengenai persahabatan gak pernah bosen ya mba... Ditunggu review novel selanjutnya yang bintang lima ;)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waduh dipanggil Mbak.. salah nih, saya Mas. hehehe (dimaafkan)
      Menarik banget soalnya mengulik sisi persahabatan dan konflik-konfliknya. Jadi tema itu nggak pernah bikin bosan. begitu!

      Hapus
  2. Suka tagline nya. Memaafkan lalu melupakan, hal paling sulit di dunia. Hanya orang yang hebat yang bisa melakukan dua hal tersebut. Dari sampulnya kukira bukan teenlit lho. :D

    BalasHapus
  3. Saya suka ni novel

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, berarti sudah baca dong novelnya, hehe

      Hapus