[Buku] What I Talk About When I Talk About Running - Haruki Murakami




Judul: What I Talk About When I Talk About Running
Penulis: Haruki Murakami
Penerjemah: Ellnovianty Nine Sjarif & A. Fitriyanti
Penyunting: A. Fitriyanti
Penerbit: Penerbit Bentang / PT Bentang Pustaka
Cetakan: Pertama, April 2016
Tebal buku: vi + 198 halaman
ISBN: 9786022910862
Harga: Rp 49.000

“Apakah hal yang kamu lakukan baik atau tidak, keren atau tidak keren sama sekali, pada akhirnya yang memiliki arti bukanlah sesuatu yang bisa dilihat, tetapi yang bisa dirasakan oleh hatimu. Agar mengerti sebuah nilai, kadang-kadang kamu harus melakukan sesuatu yang buang-buang waktu. Namun, bahkan suatu tindakan yang kelihatannya sia-sia, tidak selamanya berakhir demikian.” (Hal. 189)

Ada rasa janggal setelah membaca buku Haruki Murakami ini. Sebab memoar ini berisi pandangan penulis terhadap sesuatu. Di buku ini penulis mengungkapkan buah pikirannya terhadap hobinya: berlari. Sebagai memoar, saya meloncati proses dalam mengenal penulis. Biasanya, orang akan membaca novel-novel karya Haruki Murakami, setelah itu ia akan membaca memoarnya. Karena memoar lebih mengetengahkan lebih banyak sisi pribadi si penulis. Justru yang saya lakukan mengenal penulisnya dahulu, mungkin baru membaca novel-novelnya. Ini kesan yang saya simpulkan dan tentu saja akan berbeda dengan kalian.

Memoar What I Talk About When I Talk About Running berkisah pengalaman Murakami di dunia lari dan dunia kepenulisan. Dia menceritakan banyak pengalaman mengikuti lomba lari dan pikiran-pikirannya terhadap kegiatan berlari. Contohnya, pikirannya tentang ketidakinginannya bangun pagi dan berlari. Siapa pun pasti pernah menemukan perasaan ini setelah melakukan kegiatan dalam kurun waktu tidak sebentar. Murakami penasaran apakah pikiran tersebut muncul juga pada pelari profesional. (Hal. 55)

Pada bagian lain, Murakami juga menceritakan pengalaman ia berlari maraton di Yunani untuk artikel majalah (Hal. 65-76). Ada opsi untuk membuat foto setelah Murakami berlari beberapa jarak dan urusan selesai. Tetapi, Murakami memilih berlari menyelesaikan jarak lintasan maraton sejauh 42.195 km. Diceritakan terperinci bagaimana suhu panas pada saat itu, kondisi jalan yang ramai dan kerap ditemukan bangkai anjing dan kucing, dan perasaan campur aduk ketika Murakami berada di titik sangat lelah (marah, kesal, merutuk).

Namun, cerita pengalaman lari Murakami kemudian dikaitkan pada pengalaman ia sebagai penulis. Saya terkesan pada bagaimana awal mula ia memutuskan untuk menulis novel. Niat yang muncul saat ia menonton baseball dan kemudian ia lanjutkan dengan pengorbanan besar, menutup usaha bar yang pada saat itu dalam kondisi sangat baik. Usia Murakami pada saat itu di ujung 20-an.

Selain pengalaman awal mula menjadi penulis, Murakami berbagi cara-cara menjadi penulis yang baik menurut versinya. Sebab Murakami sadar sekali dirinya bukan penulis yang memiliki bakat alami luar biasa.

“Sebaliknya jika kamu bisa berfokus secara efektif, kamu akan dapat mengimbangi bakat yang tak menentu atau bahkan yang jumlahnya sedikit.” (Hal. 87-88)

“Jika konsentrasi hanyalah proses menahan napas, daya tahan merupakan seni mengeluarkan napas dengan tenang dan pelan-pelan sekaligus mengisi udara ke dalam paru-paru.” (Hal. 88)

“Keseluruhan proses menulis- duduk di depan meja, memfokuskan pikiran seperti sinar laser, membangun imajinasi dari kekosongan, mengarang cerita, memilih kata yang tepat satu demi satu, mempertahankan seluruh alur tetap berada pada jalur - membutuhkan energi yang jauh lebih banyak, untuk jangka waktu yang lama, dari yang dibayangkan orang kebanyakan.” (Hal. 90)

Sebuah pengalaman berharga karena setelah membaca memoar Murakami ini, saya seperti sudah belajar langsung kepadanya untuk urusan menulis. Ada banyak bagian dari buku yang menginspirasi saya untuk menekuni dunia menulis. Dan saya pun berharap kalian akan menemukan pengalaman yang sama setelah membaca buku ini.

Akhirnya, saya memberi nilai 4/5 untuk buku yang menginspirasi sekaligus meyakinkan saya kembali untuk fokus di dunia menulis.

Catatan:
  • Aku selalu berhenti pada saat aku merasa bisa menulis lebih banyak. Dengan begitu, penulisan selanjutnya secara mengejutkan menjadi lebih lancar. (Hal. 6)
  • Setelah berlari rasanya apa pun yang menjadi inti tubuh ini seperti diperas keluar sehingga terlahir perasaan ringan, dan apa pun yang terjadi, terjadilah. (Hal 9)
  • Apakah hasil tulisan sesuai atau tidak dengan standar yang ditetapkan oleh diri sendiri akan menjadi hal yang lebih penting daripada segalanya dan itu adalah sesuatu yang tidak mudah dijadikan alasan. (Hal. 13)
  • Hal terpenting adalah bagaimana melampaui diri sendiri yang kemarin. (Hal. 14)
  • Aku belajar bahwa tidak mungkin manusia hidup sendiri - sesuatu yang sudah sewajarnya. (Hal. 20)
  • Manusia memiliki nilai di dalam diri mereka dan cara hidup masing-masing, begitu juga aku. (Hal. 24)
  • Kepedihan ataupun sakit hati merupakan hal yang diperlukan dalam hidup. (Hal. 24)
  • Perkara sakit hati adalah harga yang harus dibayar seseorang untuk dapat menjadi mandiri di dunia ini. (Hal. 25)
  • Bagaimana membagi waktu dan tenaga kita untuk melakukan hal-hal sesuai urutan prioritas. Jika tidak bisa menetapkan sistem semacam itu pada suatu masa dalam hidup, kamu akan kurang terfokus dan hidupmu jadi tidak seimbang. (Hal. 45-46)
  • Seberapa pun besarnya niat seseorang, seberapa pun bencinya dia pada kekalahan, jika hal itu merupakan sesuatu yang tidak benar-benar disukai, dia tidak akan bisa bertahan lama meneruskannya. (Hal. 53)
  • Namun, manusia punya kecocokan dan ketidakcocokan masing-masing. (Hal. 54)
  • Dinding pemisah antara kepercayaan diri yang sehat dan harga diri yang berlebihan memang cukup tipis. (Hal. 63)
  • Saat semakin tua, kamu akan belajar untuk bahagia dengan apa yang kamu miliki. Itulah salah satu dari sedikit hal baik dengan menjadi tua. (Hal. 97)
  • Jika sesuatu berarti untuk dilakukan, memberikan semua yang terbaik - atau bahkan melebihi yang terbaik darimu - juga berarti. (Hal. 109)
  • Sekali melanggar peraturan yang kuputuskan sendiri, aku akan melanggar lebih banyak lagi. (Hal. 124)
  • Mungkin yang bisa kita lakukan hanyalah menerimanya, tanpa terlalu banyak tahu apa yang sebenarnya terjadi. (Hal. 134)

0 komentar:

Posting Komentar