[Resensi] Rahasia Selma - Linda Christanty


Judul: Rahasia Selma
Penulis: Linda Christanty
Editor: Tia Setiadi
Penerbit: Basabasi
Cetakan: Pertama, Juni 2017
Tebal buku: 144 halaman
ISBN: 9786026651105
Harga: Rp35.000 (via bukabuku.com, sebelum diskon)

Membaca cerita pendek akan melahirkan tafsir cerita yang berlainan antara yang satu dengan yang lain. Ada kemudahan dan kesulitan dalam membaca cerpen. Mudah karena cerpen lebih singkat dari pada novel. Sulit karena bentuknya singkat sehingga cerita kadang dipadatkan, tidak rinci, dan banyak analogi-analogi.

Buku kumpulan cerpen Rahasia Selma merupakan buku kedua dari Linda Christanty yang saya baca setelah sebelumnya saya membaca Kuda Terbang Maria Pinto. Christanty masih unggul dalam penggunaan gaya bahasa yang sederhana dan renyah seperti yang di buku satunya. Tema yang diangkat pada sebelas cerpennya berragam.

Tokoh anak-anak beberapa kali dimunculkan oleh Christanty pada cerpennya: Pohon Kersen, Menunggu Ibu, Rahasia Selma, dan Para Pencerita. Tokoh anak-anak dipakai sebagai sudut pandang sehingga diksi sederhana sangat pas untuk menyesuaikan pemilihan sudut pandang ini.

Unsur seksualitas pun terasa kental di buku ini: Pohon Kersen, Kupu-Kupu Merah Jambu, Mercusuar, Jazirah di Utara, dan Babe. Seksualitas yang dimaksud lebih ke adegan seks, jenis orientasi, bahkan penyimpangan dan kejahatan seksualitas. Tema LGBT bahkan muncul di dua cerpen mewakili tema gay dan lesbi.

Yang paling menonjol dari sebelas cerpen di buku ini adalah tema ketidakbahagiaan. Mungkin benar, ketika pembaca disuguhkan cerita yang tragis dan getir, akan lebih mudah memberikan kesan. Ikut prihatin, ikut sedih, merasa nasibnya terwakili, atau justru mencerahkan karena sedang atau pernah mengalami kejadian serupa. Reaksi pembaca ini yang menjadi tolok ukur penilaian sebuah buku.

Pohon Kersen sebagai cerpen pembuka sekaligus cerpen favorit saya. Mengisahkan tentang anak perempuan yang suka sekali memanjat pohon Kersen dan dari pohon ini ia mengamati kejadian-kejadian di sekitarnya. “Aku juga bisa mengintai dan mengetahui banyak peristiwa yang berlangsung di rumah kami dari balik daun-daun kersen yang hijau rimbun” (hal. 15). Ciri lain dari cerpen Christanty adalah tidak berpusat pada objek cerpen. Pohon Kersen di cerpen ini tidak menjadi fokus utama. Justru pembahasan melebar ke berbagai hal yang berada di sekitar tokoh utama dan objek cerita. Bagian penting dalam cerpen ini justru menyibak kasus pelecehan seksual terhadap anak kecil yang dilakukan oleh orang terdekatnya. Saya terkejut membacanya karena cerita pohon Kersen melebar ke kasus besar begitu.

Cerpen Kesedihan mengangkat kisah hubungan yang rumit, yang tidak saya pahami bentuknya. Sudut pandang perempuan yang tinggal bersama pria, entah hubungan mereka suami-istri atau justru perzinahan. “Aku juga teringat ceritanya tentang hubungan kita. Kamu menyebutku keponakanmu" (hal.87). Hubungan mereka dingin, tapi tidak ingin berpisah. Lalu, si pria membawa perempuan lain yang menurut si perempuan utama sangat bertolak belakang dengan kepribadian dirinya. Walau rela, tetap si perempuan utama merasa kehilangan apa yang pernah ia miliki seutuhnya di masa lalu.

Sebagai pembaca pria, saya menyukai narasi adegan seksual pada cerpen Jazirah di Utara. Walau tidak vulgar, cukup jelas untuk dibayangkan. Sebelum kesakitan memuncak di bawah sana, matanya terbuka sekali lagi, menatap wajah lelaki itu. Begitu lembut. Begitu kanak-kanak. Dia tiba-tiba ingin memberikan seluruh dirinya sekarang juga, lalu menjelma udara agar tinggal di dalam darah dan paru-paru lelaki itu, menjaganya dari maut (hal. 115).

Sepanjang cerpen ini, selain menceritakan tentang pandangan si perempuan terhadap ayahnya yang religius, penggambaran seksualitasnya kental. Dari adegan, hingga kondisi ranjang kusut mempertegas unsur seksualitas.

Dengan membaca buku Rahasia Selma, kita akan memainkan hati dan pikiran untuk memahami kegetiran hidup yang mungkin tidak akan kita rasakan. Dan gaya menulis Christanty bisa dijadikan rujukan untuk belajar menulis yang renyah dan sederhana. Saya memberikan nilai 4/5 untuk kumpulan cerpen ini.

2 komentar:

  1. Duh, saya pengin belajar bagaimana menceritakan adegan seksual tanpa vulgar jadinya. Hehe.

    Dari dulu, ingin sekali saya coba baca cerpen-cerpen Linda ini. Namun, sering kehabisan stok bukunya. Sekalinya dapat info ada akun yang jual, saya malah bokek karena udah beli buku yang lain. :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha. Bisa biar apa, Yoga? Mau menulis cerita yang ada adegan vulgarnya di blog?

      Nasib pembaca buku selalu gitu. Saya sering ngalamin serupa. Lagi pengen beli buku A, kalo bukan stok kosong, pasti lagi di tanggal pertengah ke akhir bulan. Soalnya dana buat buku sudah dibelanjakan awal bulan. Hahahaha. Jadi harus nunggu kesempatan lain dan harus niatnya dikuatkan 😀

      Hapus