3 Alasan Penting Menulis Resensi Buku

Entah angin apa yang membuat saya memutuskan ikut serta di giveaway yang digagas Erick Paramata di blognya: eparamata.com Namun, saya melihat semangat saya itu sebagai ajang menantang diri untuk belajar menulis dengan lebih baik.


Yakin nggak ngiler sama hadiah bukunya? Saya pengenlah sama hadiahnya. Buku Raditya Dika yang paling baru dengan tajuk Ubur-Ubur Lembur adalah hadiah yang bakal dikasih sama si penyelenggara. Walau pun saya sudah baca versi ebook, saya nggak nolak nerima hadiah fisiknya. Rakus amat lu! Eits! Asal tahu saja meminjamkan buku ke orang lain itu amal juga. Saya suka sekali meminjamkan buku ke rekan kerja atau ke adik saya yang masih SMP. Nggak mungkin kan saya meminjamkan buku berupa ebook, itu sama aja minjemin ponselnya.

Jadi, tantangan giveaway ini adalah membuat artikel dengan tema "Ceritakan alasan kenapa yang kamu tulis di blog itu penting." Saya sampai putar otak untuk mengerucutkan maksud yang ingin saya ceritakan dan harus punya kaitan dengan temanya. Berat juga, mengingat saya belum pernah memikirkan sebelumnya alasan kenapa saya mau repot-repot menulis resensi buku dan mengemasnya dengan semenarik mungkin. Setelah merenung beberapa saat, saya pun merumuskan alasan saya menganggap penting resensi buku yang saya tulis di blog ini, dalam tiga alasan.


Alasan 1: Saya suka baca buku dan saya punya hak penuh tahu perasaan saya ketika membaca satu judul buku. Semacam jurnal, blog ini bakal jadi rekam jejak buku apa saja yang sudah saya baca. Pastinya dengan bocoran perasaan apa yang saya rasakan saat itu, dan apa yang saya tangkap dari kisahnya. Bukan sepuluh buku yang sudah saya baca, tapi banyak, dan kemampuan otak saya mengenali kenangan membaca buku tidak sehebat kalian (mungkin). Makanya, penting-penting-penting-penting menulis resensi buku agar kelak di umur saya yang ke berapa, bisa membaca hasil ulasan tadi dan mengingat beberapa kenangan yang menyertainya. Kenangan yang bagaimana yang dimaksud? Satu judul buku nggak hanya punya cerita yang ditulis penulisnya, tetapi ada cerita lain yang langsung terkoneksi dengan pembaca. Seperti cerita bagaimana punya buku itu, cerita alasan mau beli buku itu, cerita jatuh-bangun menyelesaikan membacanya lantaran dibarengi momen besar dalam hidup, dan tentunya masih banyak cerita lainnya yang dialami pembaca, utamanya saya. Semua kenangan itu tak penting buat kalian, tapi SANGAT PENTING buat saya.

Alasan 2: Resensi buku itu hasil latihan menulis, dan latihan itu langkah mewujudkan mimpi untuk menulis cerita sendiri. Bukannya banyak sekali penulis yang sudah lebih dulu berkarya memberikan nasihat kepada calon penulis untuk jangan berhenti latihan menulis. Dan resensi buku yang saya bikin juga dasar dari nasihat itu. Saya menuliskan ulasan buku karena sedang latihan menulis sekaligus belajar membedah karya orang lain. Semakin banyak membaca karya penulis lain dan membedahnya lewat ulasan, seperti sedang mengisi amunisi untuk karya sendiri kelak. Jelas, alasan kedua ini pun membuat resensi buku yang saya tulis punya label penting. Penting juga buat kalian untuk membaca ulasan buku yang saya buat dalam rangka mengenal karya penulis yang sudah terbit, dan silakan dikomentari buat perbaikkan.


Alasan 3: Resensi buku di blog jadi tanda saya eksis selaku manusia introvert. Kepala saya terlalu penuh dengan keraguan dan pikiran antara harus begini-begitu, yang ujung-ujungnya membuat saya lebih banyak mengurungkan kehendak. Buat orang sekitar, mereka nggak lihat apa aktifitas menarik yang saya lakukan. Membaca buku adalah kegiatan yang tenang dan diam. Dan ini pula yang membuat peran dan posisi saya tambah tenggelam di antara rekan kerja dan lingkungan sekitar. Namun, menulis resensi di blog membuat saya eksis bagi beberapa orang. Walaupun orang tersebut tidak menjumpai langsung. Setidaknya saya bersyukur ketika ada yang membaca ulasan buku saya, apalagi sampai berkomentar, artinya masih ada yang memperhatikan kalau sosok saya itu ada.

Nah, itu alasan kenapa resensi buku yang saya tulis di blog ini penting. Kesimpulannya, isi blog saya itu mewakili sejarah, proses, dan pengakuan. Saya kira banyak di antara blogger yang alasannya serupa. Dan silakan sharing di kolom komentar ya.

Demikian tulisan ini saya buat untuk sharing dan sebagai syarat ikut syarat giveaway:

https://eparamata.com/2018/02/22/review-giveaway-ubur-ubur-lembur-raditya-dika/

Gambar diunduh dari: https://www.behance.net/gallery/62689895/UNE-HISTOIRE

10 komentar:

  1. mas resensi buku itu apakah seperti rangkuman dari buku itu sendiri, atau pendapat dari pembaca menanggapi buku tersebut?

    masih kurang ngerti perkara resensi ini
    hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ada beberapa poin yang dibahas. Pertama, rangkuman cerita tapi jangan membocorkan semuanya, biarkan yang lain tetap penasaran. Kedua, pendapat pembaca terkait banyak hal di buku, seperti gaya bercerita, karakter, atau pun pesan yang disampaikan bukunya.

      Hapus
  2. Belum pernh buat resensi buku. Hampir sama gak ya kang dengan sinopsis di flim gitu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama kok. Hanya medium saja yang beda. Cara mengulasnya sama kok.

      Hapus
  3. Waaah serasa diingatkan alasan pertama kali bikin blog yang post-nya rutin.

    Bagi tips dong Mas supaya persisten menulis resensi. Saya sering lama sekali menulis resensi untuk satu buku. Kadang karena bukunya kurang berkesan, saya malah terlalu lama berpikir mencari topik untuk diulas. Padahal saya punya kebiasaan untuk tidak membaca buku baru sampai resensi ditulis. Akhirnya jumlah buku yang saya baca per tahun tidak sebanyak Mas.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aslinya saya juga kalo bikin resensi itu lama. Tapi, beberapa mudah berkat pas baca novel saya langsung tulis poin menariknya dan saya kembangkan pas bikin resensi. Penting banget punya notebook nih. Biar ada catatan bahan buat resensi bukunya.

      Hapus
  4. Setuju banget soal cerita-cerita lain disamping soal bukunya sendiri. Menulis prosesnya kenapa beli bukunya, gimana ceritanya itu penting banget ditulis. hehe.

    Terima kasih udah ikutan ya Mas Adin, keep writing! :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama-sama Erick. Senang bisa meramaikan giveawaynya 😁

      Hapus
  5. Saya kadang bingung bedain ulasan dengan resensi itu. Apakah sama, Din? Atau resensi lebih banyak menceritakan isi bukunya? Soalnya saya terkadang malah mengisahkan gimana buku itu bisa terbeli. Atau buku itu hadiah dari orang. Atau apa pun cerita lain dari buku itu selain inti kisahnya. Pokoknya, selama mengulas buku saya selalu suka-suka sendiri. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya sih menganggapnya sama saja dan sebenarnya baik ulasan maupun resensi tidak boleh mengupas semua isi buku demi membuat pembaca penasaran dan mau membelinya.
      Saya juga masih mengulas suka-suka hati, soalnya masih belajar menulis. Hehehe.

      Hapus